Senin, 07 Desember 2015

Haruskah Multiple Intelligences Pada Strategi Pembelajaran Matematika?



Haruskah Multiple Intelligences Pada
Strategi Pembelajaran Matematika?
Dita Gayatri
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jalan Raya Jakarta KM 4 Pakupatan Serang Banten

Abstrak. Penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Teori Multiple Intelligences, mengetahui macam-macam kecerdasan dalam teori Multiple Intelligence, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi, serta mengetahui dan memahami penerapan Multiple Intelligences dalam pelaksanaan pembelajaran matematika. Metode penulisan yang digunakan dalam jurnal ini yaitu metode studi pustaka. Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu agar kita mengetahui dan memahami apa yang dimaksud kecerdasan majemuk itu. Dan juga mengetahui bagaimana intelegensi itu berpengaruh bagi kehidupan kita. Agar kita bisa memanfaatkan teori kecerdasan majemuk itu dalam proses pembelajaran matematika. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kecerdasan majemuk terbagi menjadi 9 macam, yaitu kecerdasan bahasa, kecerdasan logika matematika, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestik tubuh, kecerdasan music, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelejensi, sehingga terdapat perbedaan  intelejensi seseorang dengan yang lain ialah: pembawaan, kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, kebebasan. Dengan demikian, penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences dapat meningkatkan keterampilan siswa dan mengasah kecerdasan yang dimilikinya sehingga jika setiap orang mampu menggunakan inteligensi / kecerdasannya yang paling kuat maka mereka akan menemukan bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan.

Kata kunci keterampilan proses, pembelajaran matematika, multiple intelligences.

PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini oleh karenanya harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada individu peserta didik.
Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang karakteristik individu. Muncul keluhan dari pendidik atau guru bahwa mereka merasa bahwa menjelakan sejelas jelasnya tetapi ada saja anak didik yang tidak dapat memhami pelajaran dengan baik. Setiap kali orang belajar pasti melibatkan pikirannya dan didalam pikiran tersebut ada kecerdasan.
Selama ini, tidak sedikit kita jumpai hasil-hasil penelitian, buku, jurnal atau lainnya yang menawarkan pelbagai konsep strategi dan model pembelajaran matematika yang efektif untuk diterapkan pada proses pembelajaran. Selain itu, juga seringkali dilakukan perombakan kurikulum matematika yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan siswa.
Namun, ikhtiar tersebut ternyata belum sepenuhnya menampakkan hasil maksimal sebagaimana yang diinginkan oleh banyak pihak. Karena, dalam praktiknya, tawaran yang diberikan belum mampu mengembangkan kecerdasan matematis siswa secara maksimal dan mendesain gaya belajar sesuai dengan kecerdasan masing-masing siswa. Hal ini disebabkan model pembelajaran yang ditawarkan dan kurikulum yang didesain tidak dibangun berdasarkan keragaman gaya belajar dan potensi kecerdasan yang dimiliki setiap individu pebelajar. Salah satu temuan yang sangat bermanfaat adalah bahwa setiap individu tidak hanya memiliki satu kecerdasan tetapi lebih yaitu disebut juga multiple intelligences atau kecerdasan ganda

PEMBAHASAN
a.    Teori Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk/ganda)
Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat di aktifkan melalui proses belajar interaksi dengan keluarga, guru,teman dan nilai-nilai budaya yang berkembang.kecerdasan mengandung 2 aspek pokok yaitu kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi dengan lingkungan. Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.

Teori multiple intelligences atau kecerdasan ganda ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner seorang  profesor pendidikan dari  Harvard University, Amerika Serikat. Menurut Gardner, intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Meskipun demikian, Gardner menyatakan bahwa jumlah tersebut bisa lebih atau kurang, tapi jelas bukan hanya satu kapasitas metal. Pertanyaan tentang kenapa individu memilih berada dalan peran-peran yang berbeda (ahli fisika,petani, penari), memerlukan kerja berbagai kecerdasan sebagai suatu kombinasi, dalam penjelasannya.

Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.

Jerold E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (1996) beberapa karakteristik individu siswa yang perlu dipahami antara lain :
·       Age and maturity level
·       Motivation and attitude toward subject
·       Expectation and vocational level
·       Special Talent
·       Mechanical Dexterity
·       Ability to work under various enviro condition.

Salah satu karakteristik penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang aa pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang. Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka secara optimal.

b.    Macam-macam kecerdasan manusia menurut Gardner
Ada beberapa macam kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner (1983) yaitu:
1.    Kecerdasan Bahasa/ Linguistik Intelligence
Kecerdasan bahasa merupakan kemampuan mengekspresikan daya pikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa dalam menghargai makna yang kompleks. Penggunaan kata-kata serta bahasa untuk berkomunikasi dan mengungkapkan emosi, dapat membedakan manusia dengan makhluk lain bahkan individu satu dengan individu lain. Bahasa telah mengubah spesialisasi dan fungsi otak manusia dengan menawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk menggali dan mengembangkan kecerdasan manusia.
Masa prenatal menjadi awal perkembangan kecerdasan bahasa. Dengan sering mengajak bicara dan menyanyi untuk janin, akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan pada tahap selanjutnya. Pada  masa anak-anak, sebaiknya sudah dibiasakan dan dilibatkan dalam diskusi ringan, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pendapat. Mereka juga harus dilatih untuk bermain dengan kata-kata, bercanda dan bercerita agar mereka terbiasa berkomunikasi dan berbahasa.
Dalam kasus pelajar atau mahasiswa, kepercayaan diri akan tumbuh ketika mereka mampu mempertahankan posisi atau argumentasinya dalam suatu diskusi dan debat. Mereka memiliki peluang untuk mengetahui lebih dalam suatu pelajaran dari diskusi dengan teman-temannya. Maka dari itu, penggunaan kata-kata yang tepat dalam berbahasa yang dimulai dari kebiasaan berdiskusi akan membuka peluang seseorang mengembangkan kecerdasan bahasanya. Kelak diharapkan akan menjadi manusia yang hebat dengan kemampuan bahasanya. Para penyair, pengarang, pembicara, pengajar, jurnalis dan sebagainya, memiliki tingkat kecerdasan linguistik yang tinggi.
2.    Kecerdasan Logika-Matematika/ Logical-Mathematical Intelligence
Kecerdasan logika-matematika merupakan kemampuan dalam berhitung, mengukur, menilai dan menyelesaikan operasi-operasi matematis. Atau dapat diartikan sebagai kepekaan dan kemampuan untuk membedakan pola logika atau numerik, dan kemampuan untuk menangani rangkaian penalaran yang panjang. Kecerdasan ini dapat terlihat dari kemampuan seseorang dalam berhitung dan menggunakan logika.
Angka dan logika merupakan suatu hal pokok yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan. Dalam setiap aspek kehidupan manusia, angka dan logika menjadi hal yang sangat urgen. Pada masa sekarang ini, seseorang dituntut untuk berpikir secara matematis dan ilmiah untuk dapat berpendapat. Pendapat yang tidak ilmiah, sulit untuk diterima publik atau bahkan akan ditolak sehingga seseorang harus menguasai logika-matematika.
Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-matematis mencakup kemampuan dalam penalaran, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesa, mencari keteraturan konseptual atau numerik dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional. Ini merupakan kecerdasan yang dimiliki para ilmuwan, akuntan dan pemrogram komputer.
3.    Kecerdasan Visual-Spasial/ Visual-Spatial Intelligence
Kecerdasan visual-spasial yaitu kecerdasan yang mencakup berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk memahami, mengubah dan menciptakan kembali berbagai aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga dimensi seperti yang dilakukan pelaut, pemahat, pelukis atau arsitek. Persepsi langsung dunia visual merupakan ciri sentral kecerdasan spasial.
Kecerdasan ini dapat terlihat dari perilaku anak kecil yang suka membuat coretan-coretan lingkaran atau yang lainnya sampai lukisan Monalisa karya pelukis kondang Leonardo Da Vinci yang terkenal. Setiap karya tersebut dihasilkan dari proses awal mempersepsi dunia visual yang berlanjut dengan kemampuan untuk memodifikasi dan menciptakan hal yang baru.
Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, dan insinyur mesin. Orang dengan kecerdasan spasial yang tinggi mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup.
4.    Kecerdasan Kinestetik-Tubuh/ Bodily-Kinesthetic Intelligence
Sering disebut dengan kecerdasan fisik yang mencakup bakat dalam mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Kecerdasan ini termasuk di dalamnya kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik. Berawal dari kontrol refleks dan gerakan-gerakan sukarelawan, kemajuan inteligensi kinestetik digunakan oleh tubuh dan mengubah tujuan menjadi aksi yang menawan.
Seorang atlet olahraga, penari, aktor dan pemain pantomim mengembangkan kemampuan mereka dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda. Belajar mengoptimalkan seluruh anggota tubuh jarang sekali dilakukan. Kita sering memanfaatkan tubuh hanya dalam beberapa kepentingan dasar saja tanpa ada hasrat untuk mengembangkannya. Dengan latihan dan pembiasaan, maka kita dapat mengasah keterampilan kita dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda dengan anggota tubuh kita.
5.    Kecerdasan Musik/ Music Intelligence
Musik adalah bentuk seni tertua yang menggunakan instrumen alami dan menggunakan ekspresi diri. Musik lahir bersamaan dengan munculnya manusia di dunia. Ketika dalam kandungan, kita hidup dengan irama detak jantung ibu selama sembilan bulan. Kitapun hidup dengan irama detak jantung kita sendiri dan irama pernafasan.
Ciri dasar dari kecerdasan ini ialah kemampuan untuk menangkap, menghargai dan menciptakan irama dan melodi melalui ritme dan nada. Kita tidak harus menjadi pemusik profesional untuk mampu berpikir secara musikal. Kita dikelilingi oleh musik setiap hari dan menggunakan pikiran musikal kita dalam perjalanan hidup sehari-hari. Tidak dapat dibayangkan jika dunia ini tidak ada musik, pasti sepi dan membosankan.
Di suatu tempat dalam benak kita, terdapat ribuan ungkapan musikal yang menunggu isyarat untuk diaktifkan. Modal inilah yang dikembangkan seorang musisi, komposer serta pembuat alat musik untuk menciptakan maha karya yang berharga, musik.
6.    Kecerdasan Interpersonal/ Interpersonal Intelligence
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan ini menuntut kemampuan untuk peka dan tanggap terhadap suasana hati, perasaan, perangai, dan hasrat orang lain. Termasuk juga kemampuan untuk membentuk dan membina hubungan serta mengetahui berbagai peranan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun pemimpin.
Psikolog asal Inggris, N.K Humphrey mengatakan bahwa inteligensi sosial adalah hal yang paling penting dalam intelek manusia. Hunphrey mengatakan bahwa kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling besar adalah mengadakan cara untuk mempertahankan sosial manusia secara efektif. Kecerdasan ini terlihat jelas pada orang-orang yang memiliki kemampuan sosial yang baik seperti pemimpin organisasi, guru, ahli terapi dan konselor.
7.    Kecerdasan Intrapersonal/ Intrapersonal Intelligence
Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan hidup. Sebagian besar peneliti percaya bahwa ketika kita lahir ke dunia, kecerdasan intra personal telah telah berkembang dari sebuah kombinasi gen, lingkungan dan pengalaman.
Menentukan sifat dasar diri secara tepat sungguh sangat sulit. Untuk sampai pada definisi tentang diri, persoalan sesungguhnya terletak pada fakta bahwa objek penelitian kita adalah entitas yang juga melakukan penelitian tersebut. Menurut sudut pandang psikolog masa kini, diri sejati adalah yang berkembang dari interaksi dengan lingkungan. Diri sejati merupakan sumber kreatifitas batin, vitalitas, spontanitas, dan kesejahteraan emosi seseorang.
Menjadi hal yang sangat penting untuk bisa memahami diri sendiri dan tujuan kita sehingga pada akhirnya kita mampu merencanakan hidup secara efektif. Seseorang yang mampu memahami dirinya, akan dapat menjalani hidup secara mandiri dan mampu mengembangkan potensi yang ia miliki. Beberapa individu yang memiliki kecerdasan semacam ini antara lain ahli ilmu agama, psikiater dan ahli filsafat.
8.    Kecerdasan Naturalis/ Naturalist intelligence
Kecerdasan naturalis mampu mengenali dan memahami flora dan fauna dengan baik, menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik, menyukai kegiatan outdoor seperti camping, hiking, memancing, menyukai aktifitas belajar di luar kelas untuk mengobservasi alam secara langsung, serta senang mengoleksi benda-benda alam seperti batu-batuan, kulit kerang dan sebagainya. Kemampuan untuk mengerti flora dan fauna dengan baik, menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik. Charles Darwin, merupakan tokoh terkenal dengan kecerdasan Naturalist Intelligence.
9.    Kecerdasan eksistensial/ Existential intelligence
Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan seseorang menjawab persoalan-persoalan eksistensi manusia, memiliki spiritual quotient yang menonjol, baik terhadap sesama, sopan, serta pandai menjaga rahasia. Kemampuan menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan atau eksistensi manusia. Misalnya persoalan mengapa ada, apa makna hidup ini. Tokoh terkenal yang mempunyai kecerdasan ini seperti Plato, Sokrates, Thomas Aquinas, dan lainnya.
Banyak tokoh penting dunia yang menjadi sukses dan terkenal bukan karena ber-IQ tinggi, melainkan karena salah satu dari kecerdasan majemuk yang mereka miliki tersebut. Sehingga sangat tidak tepat jika seorang anak dicap bodoh hanya karena dia selalu mendapatkan nilai rendah pada pelajaran matematika, padahal dia memiliki prestasi cemerlang di bidang lainnya.
c.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelejensi, sehingga terdapat perbedaan  intelejensi seseorang dengan yang lain ialah:
Ø Pembawaan; Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
Ø Kematangan; Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing
Ø Pembentukan; Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelejensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah)dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
Ø Minat dan pembawaan yang khas; Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
Ø Kebebasan; Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang  tertentu dalam memecahakan masalah-masalah
Semua faktor tersebut di atas berkaitan satu sama lain. Untuk menentukan intelejen atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah sati factor tersebut di atas. Intelejensi adalah factor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelejensi seseorang.

d.    Penerapan Multiple Intelligences Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Matematika
Gaya belajar seseorang adalah cara yang paling mudah sebuah informasi masuk ke dalam otak orang tersebut. Artinya apabila kita mengetahui kecenderungan kecerdasan seseorang dari multiple intelligences-nya, maka kita akan mengetahui gaya belajar orang tersebut. Lebih lanjut, Chatib (2009:100-101) menjelaskan pada dasarnya gaya mengajar adalah strategi transfer informasi yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Sedangkan gaya belajar adalah bagaimana sebuah informasi dapat diterima dengan baik oleh siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Howard Gardner, ternyata gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Oleh karena itu, seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar siswanya masing-masing.
Kemudian, setiap guru harus menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya belajar siswanya yang diketahui dari Multiple Intelligence Research (MIR), yang kemudian disebut dengan quantum. Apabila seseorang diriset dengan MIR, maka akan terbaca kecenderungan kecerdasan dan gaya belajarnya, mulai dari skala tertinggi sampai terendah.Hasil MIR ini merupakan data yang sangat penting untuk diketahui oleh guru dan siswanya. Setiap guru akan masuk ke dunia siswa sehingga siswa merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan risiko kegagalan dalam proses belajar. Hal ini menurut Bobbi De Porter dinamakan sebagai asas utama quantum learning, yaitu masuk ke dunia siswa.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam multiple intelligences adalah adanya tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan, dan kecerdikan seorang guru dalam memerhatikan bakat masing-masing siswa (peserta didik). Di dalam maupun di luar sekolah, setiap siswa harus berhasil menemukan paling tidak satu wilayah kemampuan yang sesuai dengan potensi kecerdasannya. Jika hal itu berhasil ditemukan oleh siswa dengan bimbingan guru, maka akan menimbulkan kegembiraan dalam proses pembelajaran, bahkan akan membangkitkan ketekunan dalam upaya-upaya penguasaan disiplin keilmuan tertentu. Teori multiple intelligences telah meyakinkan kepada setiap pendidik bahwa setiap anak didik adalah anak yang cerdas, menurut jenis kecerdasan yang dimiliki sebagai bawaan lahir atau pun yang berkembang sebagai hasil pendidikan dalam budaya. Teori ini penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Sebenarnya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka multiple intelligences tidaklah sesulit yang dibayangkan. Yang dibutuhkan hanyalah kreativitas dan kepekaan guru. Artinya, setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu keluar dari paradigma pengajaran tradisional, mau menerima perubahan, dan harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam menunjang proses pembelajaran.
Armstrong (2002:85) memberikan contoh penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences. Dalam bukunya, Amstrong menjelaskan bahwa banyak siswa yang merasa sulit untuk memahami konsep perkalian. Model pembelajaran untuk materi perkalian ini, kebanyakan guru menyuruh siswa untuk menghafal tabel perkalian yang sudah disiapkan dan melakukan tes berulang kali, sampai siswa benar-benar dapat menghafalkan tabel perkalian. Dengan pembelajaran model ini, maka bagi siswa yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi biasanya dapat dengan mudah untuk menghafalnya, siswa yang kecerdasan logis-matematisnya tinggi akan mudah memahami konsep perkalian, namun sulit untuk mengingat fakta-fakta perkalian. Sedangkan, bagi siswa yang lemah di bidang kecerdasan linguistik dan logis-matematis, tetapi memiliki kecenderungan yang tinggi dalam kecerdasan yang lain, biasanya akan benar-benar hal ini menjadi masalah. Hal ini dapat dimaklumi, sebagian besar dalam faktanya pembelajaran di sekolah lebih banyak menghargai siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan linguistik dan logis-matematis.
Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika, khususnya perkalian, guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan multiple intelligences. Dengan menyelenggarakan pembelajaran berbasis multiple intelligences ini diharapkan setiap siswa akan merasa semangat dan terus termotivasi untuk belajar, sehingga suasana “hasu belajar” benar-benar tertanam dalam setiap individu siswa. Berikut merupakan contoh mengajar matematika (perkalian) kepada siswa dengan pendekatan multiple intelligences (Armstrong, 2000:86-89).
a)    Perkalian secara linguistic
Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan linguistik adalah dengan mengucapkan, mendengar, dan melihat kata-kata. Cara terbaik memotivasi mereka di antaranya mengajak bicara, menyediakan bahan bacaan, rekaman, dan menyediakan sarana untuk menulis. Dalam belajar perkalian, siswa jenis ini dapat dimungkinkan untuk diberikan waktu yang cukup dalam latihan menghafal tabel perkalian kemudian diucapkan secara berulang atau guru menyediakan lembar isian yang memuat tabel perkalian
b)   Perkalian secara logis-matematis
Dalam belajar perkalian, siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis tinggi ini tidak terlalu sulit, karena materi yang dipelajari memiliki karakteristik yang sama dengan kecerdasan yang dimiliki siswa. Kegiatan yang diapat dilakukan, di antaranya menggunakan batu kerikil, korek api, atau benda lain, kemudian siswa menyusunnya dalam kelompok dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, dan seterusnya. Guru membiarkan siswa agar dapat menemukan prinsip perkalian melalui permainan tersebut. Sebagai contoh, tiga tumpuk kerikil dengan empat kerikil dalam masing-masing tumpukan sama dengan dua belas kerikil, atau 3 x 4 = 12. Siswa akan dapat membuat daftar penemuan, sehingga akan menjadi sebuah tabel perkalian. Selain itu, dengan cara ini siswa juga dapat memahami konsep perkalian secara mudah.
c)    Perkalian secara visual-spasial
Cara belajar bagi siswa visual-spasial ini biasanya melalui gambar, metafora visual, dan warna. Dalam mempelajari perkalian, guru dapat memberi siswa tabel “seratus”, selembar kertas yang tertulis angka 1 sampai 100 dalam sepuluh kolom secara horizontal atau vertikal. Kemudian siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kedua. Cara ini akan mengajak siswa untuk memahami kelipatan 2. Lalu guru memberi siswa tabel “seratus” lagi dan siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kelipatan 3 dan seterusnya. Setiap lembar akan memberikan gambaran grafis yang berlainan dan berwarna-warni dari sebuah perkalian dan ini memudahkan siswa untuk mengingat fakta-fakta dalam perkalian.
d)   Perkalian secara kinestetik
Siswa-siswa yang kecenderungannya dalam jenis kecerdasan kinestetik ini biasanya belajar dengan cara menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Cara terbaik memotivasi mereka adalah melalui seni peran, gerakan kreatif, dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik. Ketika belajar perkalian, siswa diminta untuk berjalan lurus sambil menghitung dengan suara keras setiap melangkah, “1, 2, 3, 4, 5, 6.” Lalu katakan, “Baik, sekarang kita akan menepuk tangan setiap angka kedua: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10….” Cara ini bisa diikuti dengan menepuk tangan setiap angka ketiga dan seterusnya. Mungkin saja, siswa tidak hanya puas untuk bertepuk tangan, kemungkinan lain adalah siswa meloncat, lompat tali, merangkak, atau melakukan salto. Dengan cara ini, siswa akan mulai menginternalisasi konsep perkalian dalam diri mereka dengan mudah dan merasa enjoy.
e)    Perkalian secara musical
Siswa dengan kecerdasan musikal biasanya belajar melalui irama dan melodi. Mereka bisa mempelajari apa pun dengan lebih mudah, jika hal itu dinyanyikan, diberi ketukan, atau disiulkan. Seorang guru dapat memilih sebuah lagu yang berirama alami dan teratur. Lagu rakyat sederhana atau lagu lain yang disukai siswa-siswa biasanya sangat efektif. Kemudian siswa diminta menyanyikan tabel perkalian sesuai irama lagu (“2 kali 2 sama dengan 4, 2 kali 3 sama dengan 6, 2 kali 4 sama dengan 8, dan seterusnya”).
f)     Perkalian secara interpersonal
Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah dengan berhubungan dan bekerja sama. Dalam belajar perkalian, pertama-tama guru mengajari konsep dasar perkalian melalui berbagai cara seperti di atas, kemudian siswa diminta untuk mengajarkannya kepada teman yang lain. Beri siswa beberapa gambar dan usulkan supaya siswa menyelenggarakan kompetisi gambar kelompok di setiap kelompok mereka. Buat permainan papan dari map karton dan gambarkan sebuah jalan berliku dengan spidol dan tuliskan problem tabel perkalian (misalnya, 3 x 5 = ?) di atas kotak-kotak terpisah.
g)    Perkalian secara intrapersonal
Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan jenis ini paling efektif belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan mereka tulis, dan menentukan kemajuan merkea sendiri melalui proyek apa pun yang mereka minati. Siswa-siswa ini memotivasi diri sendiri. Beri mereka kesempatan untuk belajar sendiri, dengan kecepatan yang mereka tentukan sendiri, dan melakukan proyek serta permainan individu. Dalam belajar perkalian, guru membiarkan siswa untuk bekerja sendiri dalam memecahkan sebuah problem kelompok. Berilah siswa kunci jawaban untuk memeriksa jawabannya, buku latihan beserta jawabannya, atau program komputer untuk mempelajari tabel perkalian sendiri. Berilah siswa kesempatan untuk bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri, biarkan ia memeriksa jawabannya ketika memerlukannya, dengan demikian ia bisa langsung memperoleh masukan mengenai kemajuannya dalam memahami perkalian.
h)   Perkalian secara naturalis
Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan naturalis akan menjadi semangat dalam belajar ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka. Untuk mempelajari perkalian, guru dapat meminta siswa untuk mengamati kelipatan yang ada di alam, dari kuncup setangkai bunga, sampai ulir sebutir buah semara atau cangkang kerang. Siswa dapat menggunakan benda-benda alami ini sebagai objek problem perkalian (misalnya, jika tangkai bunga ini mempunyai lima kuncup dan pada setiap kuncup ada tiga helai kelopak, berapakah kelopak yang ada?).
Contoh penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences sebagaimana yang di atas, jika benar-benar dapat diterapkan dalam suasana belajar siswa, maka tidak akan dijumpai hambatan yang berarti bagi siswa selama belajar atau bagi guru selama mengajar. Setiap siswa merasa senaang ketika belajar perkalian dan tentunya siswa akan terus minat untuk mempelajari hal-hal yang lebih tinggi, yang belum mereka kuasai.

SIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Dari paparan teori Multiple intelligence yang digagas Howard Gardner di atas, maka dapat ditarik kesimpulan secara garis besar terkait beberapa cara penyampaian materi yang memungkinkan dapat digunakan oleh guru, yaitu dengan menggunakan: Kata-kata (Linguistic Intelligence), angka atau logika (Logical-Mathematical Intelligence), gambar (Visual -Spatial Intelligence), musik (Musical Intelligence), pengalaman fisik (Bodily-Kinesthetic Intelligence), pengalaman sosial (Interpersonal Intelligence), refleksi diri (Intrapersonal Intelligence), dan pengalaman di lapangan (Naturalist Intelligence).
Pada prinsipnya, tidak ada dua individu yang memiliki kecerdasan sama. Suatu individu mengaku belajar lebih baik dengan satu cara tertentu, sebagian yang lain mengaku bisa belajar dengan cara yang lain pula. Setiap orang memiliki gaya belajar yang unik. Tidak ada suatu gaya belajar yang lebih baik atau lebih buruk daripada gaya belajar yang lain. Tidak ada individu yang berbakat atau tidak berbakat. Setiap individu secara potensial pasti berbakat—tetapi ia mewujud dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada individu yang pintar, individu yang bodoh. Ada individu yang cerdas secara logika-matematika, namun ada juga individu yang cerdas di bidang kesenian. Pandangan-pandangan baru yang bertolak dari teori Howard Gardner mengenai inteligensi ini telah membangkitkan gerakan baru pembelajaran, antara lain dalam hal melayani keberbedaan gaya belajar pebelajar. Suatu cara pandang baru inilah yang mengakui keunikan setiap individu manusia.
Dengan menerapkan strategi pembelajaran (matematika), maka guru harus mengetahui, bahwa akan ada beragam profil gaya belajar siswa, yaitu:
a.     Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Linguistik.
b.    Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Matematis.
c.     Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Visual-Spasial.
d.    Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Musikal.
e.     Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Kinestetis.
f.     Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Interpersonal.
g.    Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Intrapersonal.
h.    Siswa yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Naturalis.
B.    Saran
Dari makalah yang penulis sampaikan adapun saran penulis adalah setelah membaca makalah ini diharapkan agar setiap orang mau belajar untuk mengasah kecerdasan yang dimilikinya sehingga jika setiap orang mampu menggunakan inteligensi / kecerdasannya yang paling kuat maka mereka akan menemukan bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Dalyono, M.. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Winataputra, Udin S, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka
Armstrong, Thomas. 2000. Setiap Anak Cerdas!. Terjemahan oleh Rina Buntaran. 2002.
      Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di
      Indonesia. Bandung: Kaifa.
Gardner, Howard. 2003. Multiple Intelligences: The Theory in Practice. New York:
       BasicBooks.
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan
       dan Kebudayaan.
pada 10 April 2015.
diakses pada 10 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar