Haruskah
Multiple Intelligences Pada
Strategi
Pembelajaran Matematika?
Dita Gayatri
Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Jalan Raya Jakarta KM 4
Pakupatan Serang Banten
Abstrak. Penerapan
strategi pembelajaran matematika berbasis multiple
intelligences ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Teori
Multiple Intelligences, mengetahui macam-macam kecerdasan dalam
teori Multiple
Intelligence, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi, serta mengetahui dan memahami penerapan
Multiple Intelligences dalam
pelaksanaan pembelajaran matematika. Metode penulisan yang digunakan
dalam jurnal
ini yaitu metode studi pustaka. Adapun
manfaat dari penulisan ini yaitu agar kita mengetahui dan memahami apa yang
dimaksud kecerdasan majemuk itu. Dan juga mengetahui bagaimana intelegensi itu
berpengaruh bagi kehidupan kita. Agar kita bisa memanfaatkan teori kecerdasan
majemuk itu dalam proses pembelajaran matematika. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kecerdasan majemuk
terbagi menjadi 9 macam, yaitu
kecerdasan bahasa, kecerdasan logika matematika, kecerdasan visual-spasial,
kecerdasan kinestik tubuh, kecerdasan music, kecerdasan interpersonal, kecerdasan
intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi intelejensi, sehingga terdapat perbedaan
intelejensi seseorang dengan yang lain ialah: pembawaan, kematangan,
pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, kebebasan. Dengan demikian,
penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences dapat meningkatkan keterampilan siswa dan mengasah kecerdasan yang dimilikinya sehingga jika setiap
orang mampu menggunakan inteligensi / kecerdasannya yang paling kuat maka
mereka akan menemukan bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan.
Kata kunci
keterampilan proses, pembelajaran
matematika, multiple intelligences.
PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses
pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh
individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan
kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik
atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan
cita-citanya. Program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat
ini oleh karenanya harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada
individu peserta didik.
Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang
berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi
terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pemahaman pendidik tentang karakteristik individu. Muncul keluhan dari pendidik
atau guru bahwa mereka merasa bahwa menjelakan sejelas jelasnya tetapi ada saja
anak didik yang tidak dapat memhami pelajaran dengan baik. Setiap kali orang
belajar pasti melibatkan pikirannya dan didalam pikiran tersebut ada
kecerdasan.
Selama ini, tidak sedikit kita jumpai hasil-hasil
penelitian, buku, jurnal atau lainnya yang menawarkan pelbagai konsep strategi
dan model pembelajaran matematika yang efektif untuk diterapkan pada proses
pembelajaran. Selain itu, juga seringkali dilakukan perombakan kurikulum
matematika yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan siswa.
Namun, ikhtiar tersebut ternyata belum sepenuhnya
menampakkan hasil maksimal sebagaimana yang diinginkan oleh banyak pihak.
Karena, dalam praktiknya, tawaran yang diberikan belum mampu mengembangkan
kecerdasan matematis siswa secara maksimal dan mendesain gaya belajar sesuai
dengan kecerdasan masing-masing siswa. Hal ini disebabkan model pembelajaran
yang ditawarkan dan kurikulum yang didesain tidak dibangun berdasarkan
keragaman gaya belajar dan potensi kecerdasan yang dimiliki setiap individu
pebelajar. Salah satu temuan yang sangat bermanfaat adalah bahwa setiap
individu tidak hanya memiliki satu kecerdasan tetapi lebih yaitu disebut juga
multiple intelligences atau kecerdasan ganda
PEMBAHASAN
a. Teori Multiple
Intelligences (kecerdasan majemuk/ganda)
Kecerdasan
merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar
dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas
serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada
nila IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.Kecerdasan merupakan
potensi yang dimiliki seseorang yang dapat di aktifkan melalui proses belajar
interaksi dengan keluarga, guru,teman dan nilai-nilai budaya yang
berkembang.kecerdasan mengandung 2 aspek pokok yaitu kemampuan belajar dari
pengalaman dan beradaptasi dengan lingkungan. Teori Multiple Intelligences
bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat
mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.
Teori
multiple intelligences atau
kecerdasan ganda ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner seorang
profesor pendidikan dari Harvard University, Amerika Serikat. Menurut
Gardner, intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan
menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi
yang nyata. Meskipun demikian, Gardner menyatakan bahwa jumlah tersebut bisa
lebih atau kurang, tapi jelas bukan hanya satu kapasitas metal. Pertanyaan
tentang kenapa individu memilih berada dalan peran-peran yang berbeda (ahli
fisika,petani, penari), memerlukan kerja berbagai kecerdasan sebagai suatu
kombinasi, dalam penjelasannya.
Howard
Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai,
ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja
yang sukses untuk masa depan seseorang. Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk
mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa
dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.
Jerold
E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (1996) beberapa karakteristik individu
siswa yang perlu dipahami antara lain :
· Age
and maturity level
· Motivation
and attitude toward subject
· Expectation
and vocational level
· Special
Talent
· Mechanical
Dexterity
· Ability
to work under various enviro condition.
Salah
satu karakteristik penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru sebagai
pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami
kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses
pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi
terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa
tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang aa
pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem
persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang.
Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka
secara optimal.
b. Macam-macam kecerdasan manusia
menurut Gardner
Ada beberapa macam kecerdasan yang diungkapkan
oleh Gardner (1983) yaitu:
1. Kecerdasan Bahasa/ Linguistik
Intelligence
Kecerdasan bahasa merupakan kemampuan mengekspresikan daya
pikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa dalam menghargai makna yang
kompleks. Penggunaan kata-kata serta bahasa untuk berkomunikasi dan
mengungkapkan emosi, dapat membedakan manusia dengan makhluk lain bahkan
individu satu dengan individu lain. Bahasa telah mengubah spesialisasi dan
fungsi otak manusia dengan menawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk menggali
dan mengembangkan kecerdasan manusia.
Masa prenatal
menjadi awal perkembangan kecerdasan bahasa. Dengan sering mengajak bicara dan
menyanyi untuk janin, akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan pada tahap
selanjutnya. Pada masa anak-anak, sebaiknya sudah dibiasakan dan
dilibatkan dalam diskusi ringan, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan
pendapat. Mereka juga harus dilatih untuk bermain dengan kata-kata, bercanda
dan bercerita agar mereka terbiasa berkomunikasi dan berbahasa.
Dalam kasus
pelajar atau mahasiswa, kepercayaan diri akan tumbuh ketika mereka mampu
mempertahankan posisi atau argumentasinya dalam suatu diskusi dan debat. Mereka
memiliki peluang untuk mengetahui lebih dalam suatu pelajaran dari diskusi
dengan teman-temannya. Maka dari itu, penggunaan kata-kata yang tepat dalam berbahasa
yang dimulai dari kebiasaan berdiskusi akan membuka peluang seseorang
mengembangkan kecerdasan bahasanya. Kelak diharapkan akan menjadi manusia yang
hebat dengan kemampuan bahasanya. Para penyair, pengarang, pembicara, pengajar,
jurnalis dan sebagainya, memiliki tingkat kecerdasan linguistik yang tinggi.
2. Kecerdasan Logika-Matematika/
Logical-Mathematical Intelligence
Kecerdasan logika-matematika merupakan kemampuan dalam
berhitung, mengukur, menilai dan menyelesaikan operasi-operasi matematis. Atau
dapat diartikan sebagai kepekaan dan kemampuan untuk membedakan pola logika
atau numerik, dan kemampuan untuk menangani rangkaian penalaran yang panjang.
Kecerdasan ini dapat terlihat dari kemampuan seseorang dalam berhitung dan
menggunakan logika.
Angka dan logika merupakan suatu hal pokok yang tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan. Dalam setiap aspek kehidupan manusia, angka dan
logika menjadi hal yang sangat urgen. Pada masa sekarang ini, seseorang
dituntut untuk berpikir secara matematis dan ilmiah untuk dapat berpendapat.
Pendapat yang tidak ilmiah, sulit untuk diterima publik atau bahkan akan
ditolak sehingga seseorang harus menguasai logika-matematika.
Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-matematis mencakup
kemampuan dalam penalaran, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan
hipotesa, mencari keteraturan konseptual atau numerik dan pandangan hidupnya
umumnya bersifat rasional. Ini merupakan kecerdasan yang dimiliki para ilmuwan,
akuntan dan pemrogram komputer.
3. Kecerdasan Visual-Spasial/ Visual-Spatial
Intelligence
Kecerdasan visual-spasial yaitu kecerdasan yang mencakup
berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk memahami, mengubah dan menciptakan
kembali berbagai aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini membangkitkan
kapasitas untuk berpikir dalam tiga dimensi seperti yang dilakukan pelaut,
pemahat, pelukis atau arsitek. Persepsi langsung dunia visual merupakan ciri
sentral kecerdasan spasial.
Kecerdasan ini dapat terlihat dari perilaku anak kecil yang
suka membuat coretan-coretan lingkaran atau yang lainnya sampai lukisan
Monalisa karya pelukis kondang Leonardo Da Vinci yang terkenal. Setiap karya
tersebut dihasilkan dari proses awal mempersepsi dunia visual yang berlanjut
dengan kemampuan untuk memodifikasi dan menciptakan hal yang baru.
Kecerdasan ini
merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, dan insinyur mesin. Orang dengan
kecerdasan spasial yang tinggi mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail
visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup.
4. Kecerdasan Kinestetik-Tubuh/
Bodily-Kinesthetic Intelligence
Sering disebut dengan kecerdasan fisik yang mencakup bakat
dalam mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda.
Kecerdasan ini termasuk di dalamnya kemampuan untuk menyatukan tubuh dan
pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik. Berawal dari kontrol refleks dan
gerakan-gerakan sukarelawan, kemajuan inteligensi kinestetik digunakan oleh
tubuh dan mengubah tujuan menjadi aksi yang menawan.
Seorang atlet olahraga, penari, aktor dan pemain pantomim
mengembangkan kemampuan mereka dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda.
Belajar mengoptimalkan seluruh anggota tubuh jarang sekali dilakukan. Kita
sering memanfaatkan tubuh hanya dalam beberapa kepentingan dasar saja tanpa ada
hasrat untuk mengembangkannya. Dengan latihan dan pembiasaan, maka kita dapat
mengasah keterampilan kita dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda dengan
anggota tubuh kita.
5. Kecerdasan Musik/ Music
Intelligence
Musik adalah bentuk seni tertua yang menggunakan instrumen
alami dan menggunakan ekspresi diri. Musik lahir bersamaan dengan munculnya
manusia di dunia. Ketika dalam kandungan, kita hidup dengan irama detak jantung
ibu selama sembilan bulan. Kitapun hidup dengan irama detak
jantung kita sendiri dan irama pernafasan.
Ciri dasar dari
kecerdasan ini ialah kemampuan untuk menangkap, menghargai dan menciptakan
irama dan melodi melalui ritme dan nada. Kita tidak harus menjadi pemusik
profesional untuk mampu berpikir secara musikal. Kita dikelilingi oleh musik
setiap hari dan menggunakan pikiran musikal kita dalam perjalanan hidup
sehari-hari. Tidak dapat dibayangkan jika dunia ini tidak ada musik, pasti sepi
dan membosankan.
Di suatu tempat
dalam benak kita, terdapat ribuan ungkapan musikal yang menunggu isyarat untuk
diaktifkan. Modal inilah yang dikembangkan seorang musisi, komposer serta
pembuat alat musik untuk menciptakan maha karya yang berharga, musik.
6. Kecerdasan Interpersonal/
Interpersonal Intelligence
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami
dan berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan ini menuntut kemampuan untuk
peka dan tanggap terhadap suasana hati, perasaan, perangai, dan hasrat orang
lain. Termasuk juga kemampuan untuk membentuk dan membina hubungan serta
mengetahui berbagai peranan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai
anggota maupun pemimpin.
Psikolog asal Inggris, N.K Humphrey mengatakan bahwa
inteligensi sosial adalah hal yang paling penting dalam intelek manusia.
Hunphrey mengatakan bahwa kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling
besar adalah mengadakan cara untuk mempertahankan sosial manusia secara
efektif. Kecerdasan ini terlihat jelas pada orang-orang yang memiliki kemampuan
sosial yang baik seperti pemimpin organisasi, guru, ahli terapi dan konselor.
7. Kecerdasan Intrapersonal/
Intrapersonal Intelligence
Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan untuk membuat
persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam
itu dalam merencanakan dan mengarahkan hidup. Sebagian besar peneliti percaya
bahwa ketika kita lahir ke dunia, kecerdasan intra personal telah telah
berkembang dari sebuah kombinasi gen, lingkungan dan pengalaman.
Menentukan sifat dasar diri secara tepat sungguh sangat
sulit. Untuk sampai pada definisi tentang diri, persoalan sesungguhnya terletak
pada fakta bahwa objek penelitian kita adalah entitas yang juga melakukan
penelitian tersebut. Menurut sudut pandang psikolog masa kini, diri sejati
adalah yang berkembang dari interaksi dengan lingkungan. Diri sejati merupakan
sumber kreatifitas batin, vitalitas, spontanitas, dan kesejahteraan emosi
seseorang.
Menjadi hal yang sangat penting untuk bisa memahami diri
sendiri dan tujuan kita sehingga pada akhirnya kita mampu merencanakan hidup
secara efektif. Seseorang yang mampu memahami dirinya, akan dapat menjalani
hidup secara mandiri dan mampu mengembangkan potensi yang ia miliki. Beberapa
individu yang memiliki kecerdasan semacam ini antara lain ahli ilmu agama,
psikiater dan ahli filsafat.
8. Kecerdasan Naturalis/ Naturalist intelligence
Kecerdasan naturalis mampu mengenali dan memahami flora dan
fauna dengan baik, menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik,
menyukai kegiatan outdoor seperti camping, hiking, memancing,
menyukai aktifitas belajar di luar kelas untuk mengobservasi alam secara
langsung, serta senang mengoleksi benda-benda alam seperti batu-batuan, kulit
kerang dan sebagainya. Kemampuan untuk mengerti flora dan fauna dengan baik,
menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik. Charles Darwin,
merupakan tokoh terkenal dengan kecerdasan Naturalist Intelligence.
9. Kecerdasan eksistensial/ Existential intelligence
Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan seseorang menjawab
persoalan-persoalan eksistensi manusia, memiliki spiritual quotient yang
menonjol, baik terhadap sesama, sopan, serta pandai menjaga rahasia. Kemampuan
menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan
terdalam keberadaan atau eksistensi manusia. Misalnya persoalan mengapa ada,
apa makna hidup ini. Tokoh terkenal yang mempunyai kecerdasan ini seperti
Plato, Sokrates, Thomas Aquinas, dan lainnya.
Banyak tokoh penting dunia yang menjadi sukses dan terkenal
bukan karena ber-IQ tinggi, melainkan karena salah satu dari kecerdasan majemuk
yang mereka miliki tersebut. Sehingga sangat tidak tepat jika seorang anak
dicap bodoh hanya karena dia selalu mendapatkan nilai rendah pada pelajaran
matematika, padahal dia memiliki prestasi cemerlang di bidang lainnya.
c.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Intelegensi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelejensi,
sehingga terdapat perbedaan intelejensi seseorang dengan yang lain ialah:
Ø Pembawaan;
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
Ø Kematangan;
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap
organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing
Ø Pembentukan;
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelejensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah-sekolah)dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar).
Ø Minat dan
pembawaan yang khas; Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu.
Ø Kebebasan;
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahakan masalah-masalah
Semua faktor
tersebut di atas berkaitan satu sama
lain. Untuk menentukan intelejen atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat
hanya berpedoman kepada salah sati factor tersebut di atas. Intelejensi adalah
factor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan
intelejensi seseorang.
d.
Penerapan
Multiple Intelligences Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Matematika
Gaya
belajar seseorang adalah cara yang paling mudah sebuah informasi masuk ke dalam
otak orang tersebut. Artinya apabila kita mengetahui kecenderungan kecerdasan
seseorang dari multiple intelligences-nya, maka kita akan mengetahui gaya
belajar orang tersebut. Lebih lanjut, Chatib (2009:100-101) menjelaskan pada
dasarnya gaya mengajar adalah strategi transfer informasi yang diberikan oleh
guru kepada siswanya. Sedangkan gaya belajar adalah bagaimana sebuah informasi
dapat diterima dengan baik oleh siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Howard Gardner, ternyata gaya belajar siswa tercermin dari
kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Oleh karena itu,
seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar siswanya
masing-masing.
Kemudian,
setiap guru harus menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya belajar
siswanya yang diketahui dari Multiple Intelligence Research (MIR), yang
kemudian disebut dengan quantum. Apabila seseorang diriset dengan MIR, maka
akan terbaca kecenderungan kecerdasan dan gaya belajarnya, mulai dari skala
tertinggi sampai terendah.Hasil MIR ini
merupakan data yang sangat penting untuk diketahui oleh guru dan siswanya.
Setiap guru akan masuk ke dunia siswa sehingga siswa merasa nyaman dan tidak
berhadapan dengan risiko kegagalan dalam proses belajar. Hal ini menurut Bobbi
De Porter dinamakan sebagai asas utama quantum learning, yaitu masuk ke dunia
siswa.
Salah
satu hal yang perlu diperhatikan dalam multiple intelligences adalah adanya
tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan, dan kecerdikan seorang guru dalam
memerhatikan bakat masing-masing siswa (peserta didik). Di dalam maupun di luar
sekolah, setiap siswa harus berhasil menemukan paling tidak satu wilayah
kemampuan yang sesuai dengan potensi kecerdasannya. Jika hal itu berhasil
ditemukan oleh siswa dengan bimbingan guru, maka akan menimbulkan kegembiraan
dalam proses pembelajaran, bahkan akan membangkitkan ketekunan dalam
upaya-upaya penguasaan disiplin keilmuan tertentu. Teori multiple intelligences
telah meyakinkan kepada setiap pendidik bahwa setiap anak didik adalah anak yang
cerdas, menurut jenis kecerdasan yang dimiliki sebagai bawaan lahir atau pun
yang berkembang sebagai hasil pendidikan dalam budaya. Teori ini penting untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Sebenarnya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
menggunakan kerangka multiple intelligences tidaklah sesulit yang dibayangkan. Yang
dibutuhkan hanyalah kreativitas dan kepekaan guru. Artinya, setiap guru harus
bisa berpikir secara terbuka yaitu keluar dari paradigma pengajaran
tradisional, mau menerima perubahan, dan harus memiliki kepekaan untuk melihat
setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam menunjang proses
pembelajaran.
Armstrong
(2002:85) memberikan contoh penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple
intelligences. Dalam bukunya, Amstrong menjelaskan bahwa banyak siswa yang
merasa sulit untuk memahami konsep perkalian. Model pembelajaran untuk materi
perkalian ini, kebanyakan guru menyuruh siswa untuk menghafal tabel perkalian
yang sudah disiapkan dan melakukan tes berulang kali, sampai siswa benar-benar
dapat menghafalkan tabel perkalian. Dengan pembelajaran model ini, maka bagi
siswa yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi biasanya dapat dengan mudah
untuk menghafalnya, siswa yang kecerdasan logis-matematisnya tinggi akan mudah
memahami konsep perkalian, namun sulit untuk mengingat fakta-fakta perkalian.
Sedangkan, bagi siswa yang lemah di bidang kecerdasan linguistik dan
logis-matematis, tetapi memiliki kecenderungan yang tinggi dalam kecerdasan
yang lain, biasanya akan benar-benar hal ini menjadi masalah. Hal ini dapat
dimaklumi, sebagian besar dalam faktanya pembelajaran di sekolah lebih banyak
menghargai siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan linguistik dan
logis-matematis.
Oleh
sebab itu, dalam pembelajaran matematika, khususnya perkalian, guru dapat
menerapkan strategi pembelajaran yang diselenggarakan dengan menggunakan
pendekatan multiple intelligences. Dengan menyelenggarakan pembelajaran
berbasis multiple intelligences ini diharapkan setiap siswa akan merasa
semangat dan terus termotivasi untuk belajar, sehingga suasana “hasu belajar”
benar-benar tertanam dalam setiap individu siswa. Berikut merupakan contoh
mengajar matematika (perkalian) kepada siswa dengan pendekatan multiple
intelligences (Armstrong, 2000:86-89).
a)
Perkalian
secara linguistic
Cara belajar
terbaik siswa yang memiliki kecerdasan linguistik adalah dengan mengucapkan,
mendengar, dan melihat kata-kata. Cara
terbaik memotivasi mereka di antaranya mengajak bicara, menyediakan bahan
bacaan, rekaman, dan menyediakan sarana untuk menulis. Dalam belajar perkalian,
siswa jenis ini dapat dimungkinkan untuk diberikan waktu yang cukup dalam
latihan menghafal tabel perkalian kemudian diucapkan secara berulang atau guru
menyediakan lembar isian yang memuat tabel perkalian
b)
Perkalian
secara logis-matematis
Dalam belajar
perkalian, siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis tinggi ini tidak
terlalu sulit, karena materi yang dipelajari memiliki karakteristik yang sama
dengan kecerdasan yang dimiliki siswa. Kegiatan yang diapat dilakukan, di
antaranya menggunakan batu kerikil, korek api, atau benda lain, kemudian siswa
menyusunnya dalam kelompok dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, dan seterusnya.
Guru membiarkan siswa agar dapat menemukan prinsip perkalian melalui permainan
tersebut. Sebagai contoh, tiga tumpuk kerikil dengan empat kerikil dalam
masing-masing tumpukan sama dengan dua belas kerikil, atau 3 x 4 = 12. Siswa
akan dapat membuat daftar penemuan, sehingga akan menjadi sebuah tabel
perkalian. Selain itu, dengan cara
ini siswa juga dapat memahami konsep perkalian secara mudah.
c)
Perkalian
secara visual-spasial
Cara belajar bagi siswa visual-spasial ini
biasanya melalui gambar, metafora visual, dan warna. Dalam mempelajari
perkalian, guru dapat memberi siswa tabel “seratus”, selembar kertas yang
tertulis angka 1 sampai 100 dalam sepuluh kolom secara horizontal atau
vertikal. Kemudian siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kedua. Cara ini
akan mengajak siswa untuk memahami kelipatan 2. Lalu guru memberi siswa tabel
“seratus” lagi dan siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kelipatan 3 dan
seterusnya. Setiap lembar akan memberikan gambaran grafis yang berlainan dan
berwarna-warni dari sebuah perkalian dan ini memudahkan siswa untuk mengingat
fakta-fakta dalam perkalian.
d)
Perkalian
secara kinestetik
Siswa-siswa
yang kecenderungannya dalam jenis kecerdasan kinestetik ini biasanya belajar
dengan cara menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Cara terbaik memotivasi
mereka adalah melalui seni peran, gerakan kreatif, dan semua jenis kegiatan
yang melibatkan fisik. Ketika belajar perkalian, siswa diminta untuk berjalan
lurus sambil menghitung dengan suara keras setiap melangkah, “1, 2, 3, 4, 5,
6.” Lalu katakan, “Baik, sekarang kita akan menepuk tangan setiap angka kedua:
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10….” Cara
ini bisa diikuti dengan menepuk tangan setiap angka ketiga dan seterusnya.
Mungkin saja, siswa tidak hanya puas untuk bertepuk tangan, kemungkinan lain
adalah siswa meloncat, lompat tali, merangkak, atau melakukan salto. Dengan
cara ini, siswa akan mulai menginternalisasi konsep perkalian dalam diri mereka
dengan mudah dan merasa enjoy.
e)
Perkalian
secara musical
Siswa dengan kecerdasan musikal biasanya
belajar melalui irama dan melodi. Mereka bisa mempelajari apa pun dengan lebih
mudah, jika hal itu dinyanyikan, diberi ketukan, atau disiulkan. Seorang guru
dapat memilih sebuah lagu yang berirama alami dan teratur. Lagu rakyat
sederhana atau lagu lain yang disukai siswa-siswa biasanya sangat efektif.
Kemudian siswa diminta menyanyikan tabel perkalian sesuai irama lagu (“2 kali 2
sama dengan 4, 2 kali 3 sama dengan 6, 2 kali 4 sama dengan 8, dan
seterusnya”).
f)
Perkalian
secara interpersonal
Cara belajar
terbaik siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah dengan berhubungan
dan bekerja sama. Dalam belajar perkalian, pertama-tama guru mengajari konsep
dasar perkalian melalui berbagai cara seperti di atas, kemudian siswa diminta
untuk mengajarkannya kepada teman yang lain. Beri siswa beberapa gambar dan
usulkan supaya siswa menyelenggarakan kompetisi gambar kelompok di setiap
kelompok mereka. Buat permainan papan dari map karton dan gambarkan sebuah
jalan berliku dengan spidol dan tuliskan problem tabel perkalian (misalnya, 3 x
5 = ?) di atas kotak-kotak terpisah.
g)
Perkalian
secara intrapersonal
Siswa yang
memiliki kecenderungan kecerdasan jenis ini paling efektif belajar ketika
diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan mereka tulis, dan
menentukan kemajuan merkea sendiri melalui proyek apa pun yang mereka minati. Siswa-siswa ini memotivasi diri sendiri.
Beri mereka kesempatan untuk belajar sendiri, dengan kecepatan yang mereka
tentukan sendiri, dan melakukan proyek serta permainan individu. Dalam belajar
perkalian, guru membiarkan siswa untuk bekerja sendiri dalam memecahkan sebuah
problem kelompok. Berilah siswa kunci jawaban untuk memeriksa jawabannya, buku
latihan beserta jawabannya, atau program komputer untuk mempelajari tabel
perkalian sendiri. Berilah siswa kesempatan untuk bekerja sesuai dengan
kecepatannya sendiri, biarkan ia memeriksa jawabannya ketika memerlukannya,
dengan demikian ia bisa langsung memperoleh masukan mengenai kemajuannya dalam
memahami perkalian.
h)
Perkalian
secara naturalis
Siswa yang
memiliki kecenderungan kecerdasan naturalis akan menjadi semangat dalam belajar
ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka. Untuk mempelajari perkalian,
guru dapat meminta siswa untuk mengamati kelipatan yang ada di alam, dari
kuncup setangkai bunga, sampai ulir sebutir buah semara atau cangkang kerang.
Siswa dapat menggunakan benda-benda alami ini sebagai objek problem perkalian
(misalnya, jika tangkai bunga ini mempunyai lima kuncup dan pada setiap kuncup
ada tiga helai kelopak, berapakah kelopak yang ada?).
Contoh
penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences
sebagaimana yang di atas, jika benar-benar dapat diterapkan dalam suasana
belajar siswa, maka tidak akan dijumpai hambatan yang berarti bagi siswa selama
belajar atau bagi guru selama mengajar. Setiap siswa merasa senaang ketika
belajar perkalian dan tentunya siswa akan terus minat untuk mempelajari hal-hal
yang lebih tinggi, yang belum mereka kuasai.
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari paparan
teori Multiple intelligence yang digagas Howard Gardner di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan secara garis besar terkait beberapa cara penyampaian materi
yang memungkinkan dapat digunakan oleh guru, yaitu dengan menggunakan:
Kata-kata (Linguistic Intelligence), angka atau logika (Logical-Mathematical
Intelligence), gambar (Visual -Spatial Intelligence), musik (Musical
Intelligence), pengalaman fisik (Bodily-Kinesthetic Intelligence), pengalaman
sosial (Interpersonal Intelligence), refleksi diri (Intrapersonal
Intelligence), dan pengalaman di lapangan (Naturalist Intelligence).
Pada prinsipnya, tidak ada dua individu
yang memiliki kecerdasan sama. Suatu individu mengaku belajar lebih baik dengan
satu cara tertentu, sebagian yang lain mengaku bisa belajar dengan cara yang
lain pula. Setiap orang memiliki gaya belajar yang unik. Tidak ada suatu gaya
belajar yang lebih baik atau lebih buruk daripada gaya belajar yang lain. Tidak
ada individu yang berbakat atau tidak berbakat. Setiap individu secara
potensial pasti berbakat—tetapi ia mewujud dengan cara yang berbeda-beda. Tidak
ada individu yang pintar, individu yang bodoh. Ada individu yang cerdas secara
logika-matematika, namun ada juga individu yang cerdas di bidang kesenian.
Pandangan-pandangan baru yang bertolak dari teori Howard Gardner mengenai
inteligensi ini telah membangkitkan gerakan baru pembelajaran, antara lain
dalam hal melayani keberbedaan gaya belajar pebelajar. Suatu cara
pandang baru inilah yang mengakui keunikan setiap individu manusia.
Dengan
menerapkan strategi pembelajaran (matematika), maka guru harus mengetahui,
bahwa akan ada beragam profil gaya belajar siswa, yaitu:
a. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Linguistik.
b. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Matematis.
c. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Visual-Spasial.
d. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Musikal.
e. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Kinestetis.
f. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Interpersonal.
g. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Intrapersonal.
h. Siswa
yang belajar matematika dengan menggunakan kecerdasan Naturalis.
B.
Saran
Dari
makalah yang penulis sampaikan adapun saran penulis adalah setelah membaca
makalah ini diharapkan agar setiap orang mau belajar untuk mengasah kecerdasan
yang dimilikinya sehingga jika setiap orang mampu menggunakan inteligensi /
kecerdasannya yang paling kuat maka mereka akan menemukan bahwa belajar
matematika itu mudah dan menyenangkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dalyono, M.. 2009. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Winataputra,
Udin S, dkk. 2007. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Penerbit
Universitas
Terbuka
Armstrong, Thomas. 2000. Setiap Anak
Cerdas!. Terjemahan oleh Rina Buntaran. 2002.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence
di
Indonesia. Bandung: Kaifa.
Gardner, Howard. 2003. Multiple
Intelligences: The Theory in Practice. New York:
BasicBooks.
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan
dan Kebudayaan.
pada 10 April 2015.
diakses
pada 10 April 2015