Kamis, 03 Desember 2015

Novel Pembangun Jiwa



MERESENSI SEBUAH NOVEL PEMBANGUN JIWA

judul buku                   : Ayat-ayat Cinta
pengarang                    : Habiburrahman El Shirazy
penerbit                       : 1. Republika
                                      2. Pesantren Basmala Indonesia
cetakan/tahun terbit    : XXIV, Januari 2008
jumlah halaman           : 419 halaman
harga                           : Rp.55.000,00

Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang dan budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro (sejenis trem).

Sinopsis Novel Ayat-ayat Cinta
Pada waktu itu,aku sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir.
Kepadanya aku belajar tentang qiraah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini sudah biasa kulakukan setiap dua kali seminggu, setiap hari Ahad/Minggu dan Rabu. Aku sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai debu sekalipun. Karena bagiku itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar pada Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih murid dan aku termasuk salah seorang yang beruntung.
Di dalam metro, aku tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau aku harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian aku berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Kami berrcerita tentang banyak hal, termasuk tentang kebencian Ashraf kepada Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah.
Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita yang tidak mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena kebencian mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat, ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang perempuan bercadar putih bersih yang sebelumnya kupersilahkan untuk duduk di bangku kosong yang sebenarnya bisa kududuki, memberikan kursinya untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas perlakuan orang-orang Mesir lainnya.
Disinilah awal perdebatan itu terjadi. Orang-orang Mesir yang kebetulan mengerti bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan gadis bercadar itu. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis, dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian aku berusaha untuk meredakan perdebatan itu dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil.
Lalu aku mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar, dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan. Namun apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali marah dan memintaku untuk tidak ikut campur dan jangan sok alim sambil berkata “juz Amma saja belum tentu kau hafal.”
 Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa aku adalah mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Utsman yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf padaku. Kemudian aku menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya bertindak seperti itu karena ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu aku pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap kepada tamu apalagi orang asing sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Mereka pun mengucapkan terima kasih padaku karena sudah megingatkan mereka. Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan penjelasan tentang apa yang terjadi dari perempuan bercadar tadi dengan bahasa Inggris yang fasih. Kemudian Alicia berterima kasih dan menyerahkan kartu namanya padaku. Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih padaku karena sudah menolongnya tadi. Akhirnya kami pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.
Di Mesir, aku tinggal bersama dengan keempat orang temanku yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. aku sudah tujuh tahun hidup di Mesir. Kami tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat tinggalku dan keempat temanku, sedangkan yang lantai atas ditempati oleh sebuah keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga kami. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed, dan dua orang anak mereka, Maria dan Yousef.
Walau keyakinan dan aqidah kami berbeda, namun antara kami dan keluarga Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Di Mesir, bukanlah suatu keanehan apabila keluarga Kristen koptik dan keluarga Muslim dapat hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat. Keluarga ini sangat akrab dengan kami, terutama Maria. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Meskipun demikian, aku menyebutnya sebagai gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria itu seorang non-muslim ia mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran dengan baik yang belum tentu seorang Muslim mampu melakukannya. Ia hafal surat Al-Maidah dan surah Maryam. Aku juga baru mengetahuinya ketika kami secara tak sengaja bertemu di metro.
Seluruh anggota keluarga Boutros sangat baik kepadaku dan teman-temanku. Bahkan ketika aku jatuh sakit pun keluarga ini jugalah yang membantu membawa ke rumah sakit dan merawatku selain keempat orang temanku itu. Apalagi Maria, dia sangat memperhatikan kesehatanku. Keluarga ini juga tidak segan-segan mengajakku dkk untuk makan di restoran berbintang di tepi sungai Nil, kebanggaan kota Mesir, sebagai balasan atas kado yang kami berikan. Pada waktu itu Madame Nahed berulang-tahun dan malam sebelumnya aku dkk memberikan kado untuknya hanya karena ingin menyenangkan hati beliau karena bagiku menyenangkan hati orang lain adalah wajib hukumnya.
Setelah makan malam, tuan dan nyonya Boutros ingin berdansa sejenak. Madame Nahed memintaku untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah mau di ajak berdansa. Setelah tuan dan nyonya Boutros melangkah ke lantai dansa dan terhanyut dengan alunan musik yang syahdu, Maria pun memberanikan diri mengajakku untuk berdansa, namun aku menolaknya dengan alasan Maria bukan mahramku kemudian menjelaskannya dengan lebih detail.
Selain bertetangga dengan keluarga Boutros, aku juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding 180 derajat dengan keluarga tuan Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur yang terkenal dengan julukan si Muka Dingin karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya Noura.
Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hali inilah yang membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya tercebur kedalam penderitaan yang amat sangat. Bahadur mempunyai watak yang keras dan bicaranya sangat kasar, Nouralah yang selalu menjadi sasaran kemarahannya. Dan kedua orang saudaranya yang juga tidak menyukai Noura mengambil kesempatan ini untuk ikut-ikutan memaki dirinya.
Sampai tibalah pada suatu malam yang tragis dimana Bahadur menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan. Hal ini sudah sering terjadi, namun malam itu yang terparah. Tak ada satu orang pun yang berani menolong. Selain hari sudah larut, Bahadur juga dikenal amat kejam. Aku sudah tak tahan lagi melihat penderitaan Noura, aku pun meminta bantuan Maria melaui sms untuk menolong Noura. Awalnya Maria menolak karena tidak mau keluarganya terlibat dengan keluarga Bahadur. Namun setelah aku memohon agar Maria mau menolongnya demi kecintaan Maria terhadap Al-Masih, Maria akhirnya luluh juga.
Keesokan harinya, aku meminta bantuan kepada Nurul (rakan Indonesia yang menuntut ilmu di Al Azhar) untuk sementara waktu Noura tinggal bersamanya. Yang paling mengejutkan,ternyata Noura bukan anak si bengis itu. Adik Sheikh Ahmad, seorang intelligent telah berjaya mendapatkan ayah dan ibu kandung Noura, dan rupa-rupanya Noura telah tertukar dengan bayi lain semasa kecil.
Beberapa waktu kemudian, Sheikh Ahmad mengajukan persoalan jodoh padaku. Aku kaget Sheikh menanyakan itu padaku. Maka kuputuskan untuk meminta persetujuan ibu, dan ibu menyetujui ku untuk menikah. Akhirnya aku menerima cadangan Sheikh Ahmad tanpa melihat pada foto yang diajukannya padaku.
Rupa-rupanya sewaktu ta’aruf, keluarga Eqbal Hakan datang ke rumah Sheikh Ahmad. Tanpa kuduga ternyata gadis yang dicalonkan Sheikh kepadaku adalah Aisha. Alhamdulillah, pernikahanku dengan Aisha berjalan lancar di masjid Abu Bakar, dengan disaksikan oleh keseluruhan pelajar Indonesia di sana. Aisha rupa-rupanya bukan sembarang wanita. Dia adalah wanita elite yang mempunyai kemewahan berjuta-juta dolar. Aku sangat terkejut dan merasa apakah aku bisa menjadi imam yang baik untuknya. Namun Aisha seorang wanita yang bepekerti mulia, dia memujukku dengan menceritakan kisah Khadijah mengawini Nabi Muhammad saw.
Tanpa terasa ternyata sudah satu bulan lebih kami bersama, Aisha disahkan mengandung. Dalam pada keseronokkan berita gembira, aku ditangkap dan didakwa atas tuduhan memperkosa Noura. Aku disiksa didalam penjara dan Ijazah Sarjana Mudaku ditarik balik. Aku terkejut dan sangat terpukul. Sementara itu, Maria yang merupakan saksi kunci yang bisa membebaskan ku jatuh sakit.
Tiada saksi lain, melainkan saksi palsu yang telah melihat Noura pergi dihantar oleh Maria ke kamar/rumahku. Sementara itu keluarga tuan Boutrus memohon pertolonganku untuk menaikkan semangat Maria dirumah sakit. Dokter mengatakan dengan hanya bersuara dan menyentuh Maria dapat menyedarkan dan memulihkan semangat Maria. Aku akhirnya menikahi Maria dirumah sakit dengan izin Aisha.
Keesokan harinya Maria sembuh  datang ke persidangan sebagai saksi di mahkamah. Akhirnya akup pun bebas dari tuduhan tersebut. Ternyata yang menghamili Noura adalah si bengis itu. Setelah memberikan kesaksian, Maria jatuh pengsan di mahkamah, dan langsung dibawa ke rumah sakit. Maria mengigau, dan dalam mimpinya dia telah dihalangi memasuki pintu-pintu syurga. Rupa-rupanya Maria sebenarnya sudah lama memeluk islam, tetapi tidak mempraktikkanya. Maria akhirnya memeluk agama islam dan menghembuskan nafas terakhirnya.




Unsur-unsur Intrinsik Pada Novel Ayat-Ayat Cinta
a. Tema           : Perjuangan dalam melawan ketidak adilan
b. Tokoh         :
·         Tokoh utama : Fahri, Nurul, Maria, Aisah, Noura
·         Tokoh Pembatu : Saeful, Rudi,Hamdi, Tuan Boutros (ayah Maria), Nahed (Ibu Maria), Syaikh Usman (Guru Besar Fahri), Syaikh Ahmad (Dosen Fahri di Al-Azhar), Ustd Jalal (Paman Nurul) dan istinya, Eqbal dan Istinya (Paman dan bibi Aisah), Amru (Pengacara), Magdi (polisi), Bahadur dan Kaka Noura, adik-adik Maria.
c. Plot / Alur : Alur maju
  1. Perkenalan cerita :
Pada saat Fahri mulai menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar dan tinggal di flat bersama rekan mahasiswa dari Indonesia, kemudian kenal dengan tetangga dekatnya yaitu Maria sekeluarga. Serta menjalankan pendidikan sebagaimana mestinya serta mengenal orang-orang Mesir diantaranya Syaikh Usman, Syaikh Ahmad, dan juga teman-teman aktifis dari Mesir juga teman sepermainan Fahri pada saat main bola.
  1. Penampilan masalah :
Dimulai pada saat malam hari disana ada gadis yang disiksa, dan gadis itu adalah Noura, dia disiksa dibawah dekat flat Fahri dan kedengaran oleh Fahri, dia hendak mau menolong, tapi Fahri enggan, karena dia seorang gadis perempuan, kemudian dia meminta tolong Maria untuk menolong Noura.
Adapun pertikaian pada saat Fahri pulang dari Alexandria, dia ditangkap karena dituduh memperkosa seorang gadis Mesir yaitu Noura. Fahri tidak sempat menjelaskan pada istrinya, Aisha. Dia langsung dibawa oleh kedua polisi tersebut.
  1. Klimaks :
Saat Fahri di dalam penjara dia dipaksa mengaku dan disiksa habis-habisan dalam penjara bawah tanah. Fahri mengalami kesediahan yang luar biasa karena penyiksaan dan ditahan dalam penjara bawah tanah, sedangkan Aisha sedang hamil. Pada saat persidangan Fahri dituduh habis-habisan oleh pengaduan Noura dan salah seorang saksi yang melihat kejadian itu, yang memperkuat bahwa Fahri bersalah dan akan dihukum mati.
  1. Anti Klimaks :
Akhirnya jalan satu-satunya Fahri terpaksa menikahi Maria yang terbaring koma, karena alasan dia akan sembuh apabila di sentuh oleh Fahri. Aisah pun mengijinkan Fahri menikahi Maria secepatnya. Dan akhirnya mereka menikah dan Maria sembuh dengan sentuhan Fahri. Walaupun dia masih duduk dibantu dengan kursi roda, dan dia bisa menjadi saksi kunci kasus Fahri dengan Noura. Alhamdulilah kebenaran selalu menang, Fahri bebas dengan kesaksian Maria, dan saksi yang melihat merupakan saksi palsu.

  1. Penyelesaian :
Fahri memiliki 2 oarang istri yang sholeh yang pertama Aisah dan yang Kedua Maria yang masih sakit-sakitan karena dia terlalu emosi pada saat persidangan, dan akhirnya Maria dirawat kembali, dan pada saat dia dirawat ada keanehan yang terjadi pada Maria, yaitu maria tertidur dan bermimpi tiba di 7 pintu surga, tetapi dia tidak di perbolehkan masuk sampai pintu keenam, dan pintu terakhir dia boleh masuk tapi dengan syarat yaitu dia harus berwudhu dan membaca kalimat syahadat. Kemudian dia kembali pulang dan seseorang itu menunggu kembalinya Maria. Maria terbangun dan dihadapannya ada Fahri dan Aisha, dia meminta tolong untuk membantunya berwudhu, kemudian Fahri membantunya. Kemudian Maria mengucapkan kalimat syahadat, perlahan matanya mulai meredup dan akhirnya menghembuskan nafasb terakhirnya.
d. Perwatakan :
  1. Fahri : Rajin, pintar, sabar, terencana, tepat waktu, ikhlas, ulet, penolong, sholeh, aktifis, pintar dalam memimpin, lurus, penuh dengan target
  2. Nurul : Rajin, pintar, pemalu tidak terbuka, kaku, emosi, sholeh
  3. Maria : Ceria, Suka bergurau, rajin, pintar, tapi fisiknya lemah, manja tertutup.
  4. Aisah : Orangnya lembut, sabar, ikhlas, terencana, pintar, sholehah.
  5. Noura : Orangnya tertutup, sulit di tebak, pintar, tapi dia kejam, emosi, pendiam.
e. Setting / latar :
·         Tempat : kota Cairo, flat, masjid, restoran, metro, penjara, rumah sakit, Alexandria.
·         Waktu : pagi, siang, sore, malam.
·         Suasana : hening, bahagia, haru, sedih.
f. Amanat :
  1. Dalam merencanakan sesuatu pasti akan ada halangan dan rintangan yang menghadang tujuan yang hedak di capai tidak akan berjalan dengan mulus.
  2. Semakin banyak ilmu / pengetahuan yang di terima atau di dapat, maka semakin banyak pula hambatan, godaan yang haris di lewati dan di pecahkan dengan hati yang sabar dan yakin akan ada hikmanya.
h. Sudut Pandang : orang pertama pelaku utama
i. Bahasa : Khas,unik, penuh dengan nuansa religi
·         Gaya bahasa  :
Ø  Hiperbola: ubun-ubun kepala terasa mendidih
Ø  Personifikasi: angin yang berhembus terasa mengelus-elus pipi dan muka
Ø  Metafora: meskipun sama-sama orang Mesir, sifat Bahadur dan tuan Boutrus sangat berbeda
Ø  Metonimia: Fahri dan Aisha membeli mobil NissanTerano hitam metalik

Kelebihan :
·         Ceritanya begitu menyentuh dan mengalir seakan pembaca mengalami berbagai problema yang melilit sang tokoh
·         Penulis mengajak pembaca mendalami Islam dengan bahasanya yang menyejukkan
·         Kisah-kisah hubungan antar manusia (kisah cinta) digambarkan secara menarik dan utuh tanpa harus terasa vulgar.
·         Novelnya dilengkapi dengan catatan kaki
·         Mendorong kita supaya menepati jadwal yang telah dibuat

Kelemahan :
·         Seorang pria dicintai empat orang wanita. Mungkinkah? Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, rasanya aneh jika ada pria yang di”gilai” oleh empat orang wanita sekaligus. Baik Aisha, Maria, Noura, dan Nurul menginginkan Fahri menjadi suaminya. Beruntung sekali tokoh Fahri! Mungkinkah hal yang demikian ada dalam kehidupan nyata?
·         Noura frustasi karena tidak mendapatkan cinta Fahri. Ia lantas memfitnah Fahri dengan tuduhan yang kejam. Benarkah ada seorang wanita yang seperti Noura dalam kehidupan nyata? Cinta tetaplah cinta. Tidak akan berubah menjadi pisau yang dapat menusuk dari belakang.

Kesimpulannya:
Dalam novel ini ada banyak tips muslim dan muslimah
:
1. Cinta pada Allah lebih hakiki, cinta pada manusia adalah kedua
,
2. Bersabarlah dalam menghadapi ujian Allah. Di sebalik kesabaran itu terdapat kemanisan iman
,
3. Bers
halat istikharah dalam menghadapi situasi membuat keputusan,dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar