MERESENSI SEBUAH NOVEL PEMBANGUN JIWA
judul buku : Ayat-ayat Cinta
pengarang : Habiburrahman El Shirazy
penerbit : 1. Republika
2. Pesantren Basmala Indonesia
cetakan/tahun terbit : XXIV, Januari 2008
jumlah halaman : 419 halaman
harga : Rp.55.000,00
Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda
latar belakang dan budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang
studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal
Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal
ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam
sebuah metro (sejenis trem).
Sinopsis Novel Ayat-ayat Cinta
Pada waktu
itu,aku sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar
Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk
talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman
Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir.
Kepadanya aku belajar tentang qiraah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan
riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini sudah
biasa kulakukan setiap dua kali seminggu, setiap hari Ahad/Minggu dan Rabu. Aku
sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan
badai debu sekalipun. Karena bagiku itu merupakan suatu kewajiban karena tidak
semua orang bisa belajar pada Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih
murid dan aku termasuk salah seorang yang beruntung.
Di dalam metro, aku tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau aku
harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian aku berkenalan
dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Kami berrcerita tentang banyak hal, termasuk tentang kebencian Ashraf kepada
Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan
Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara
dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah.
Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita
yang tidak mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena
kebencian mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat,
ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang perempuan
bercadar putih bersih yang sebelumnya kupersilahkan untuk duduk di bangku
kosong yang sebenarnya bisa kududuki, memberikan kursinya untuk nenek tersebut
dan meminta maaf atas perlakuan orang-orang Mesir lainnya.
Disinilah awal perdebatan itu terjadi. Orang-orang Mesir yang kebetulan
mengerti bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan gadis bercadar itu.
Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis, dan ia pun
hanya bisa menangis. Kemudian aku berusaha untuk meredakan perdebatan itu
dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat
Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil.
Lalu aku mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan
bercadar itu benar, dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan.
Namun apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali marah dan memintaku untuk
tidak ikut campur dan jangan sok alim sambil berkata “juz Amma saja belum tentu
kau hafal.”
Kemudian emosi mereka mereda ketika
Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa aku
adalah mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Utsman
yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf padaku. Kemudian aku
menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya bertindak seperti itu karena
ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu aku pun menjelaskan bagaimana
seharusnya bersikap kepada tamu apalagi orang asing sesuai dengan yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Mereka pun mengucapkan terima kasih padaku karena sudah megingatkan mereka. Sementara itu, si
bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan penjelasan tentang apa yang
terjadi dari perempuan bercadar tadi dengan bahasa Inggris yang fasih. Kemudian Alicia berterima kasih dan menyerahkan kartu namanya padaku. Tak
berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk
turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih padaku karena sudah menolongnya
tadi. Akhirnya kami pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang
Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.
Di Mesir, aku tinggal bersama dengan keempat orang temanku yang juga
berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. aku sudah tujuh
tahun hidup di Mesir. Kami tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai
dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat tinggalku dan keempat temanku,
sedangkan yang lantai atas ditempati oleh sebuah keluarga Kristen Koptik yang sekaligus
menjadi tetangga kami. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed,
dan dua orang anak mereka, Maria dan Yousef.
Walau keyakinan dan aqidah kami berbeda, namun antara kami dan keluarga
Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Di Mesir, bukanlah suatu keanehan
apabila keluarga Kristen koptik dan keluarga Muslim dapat hidup berdampingan
dengan damai dalam masyarakat. Keluarga ini sangat akrab dengan kami, terutama
Maria. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Meskipun
demikian, aku menyebutnya sebagai gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria
itu seorang non-muslim ia mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran
dengan baik yang belum tentu seorang Muslim mampu melakukannya. Ia hafal
surat Al-Maidah dan surah Maryam. Aku juga baru
mengetahuinya ketika kami secara tak
sengaja bertemu di metro.
Seluruh
anggota keluarga Boutros sangat baik kepadaku dan teman-temanku. Bahkan ketika aku jatuh sakit
pun keluarga ini jugalah yang membantu membawa ke rumah sakit dan merawatku selain
keempat orang temanku itu. Apalagi
Maria, dia sangat memperhatikan kesehatanku. Keluarga
ini juga tidak segan-segan mengajakku dkk untuk
makan di restoran berbintang di tepi sungai Nil, kebanggaan
kota Mesir, sebagai balasan atas kado yang kami berikan.
Pada waktu itu Madame Nahed berulang-tahun dan malam sebelumnya aku dkk
memberikan kado untuknya hanya karena ingin menyenangkan hati beliau karena
bagiku menyenangkan hati orang lain adalah wajib hukumnya.
Setelah
makan malam, tuan dan nyonya Boutros ingin berdansa sejenak. Madame Nahed
memintaku untuk mengajak Maria berdansa
karena Maria tidak pernah mau di ajak berdansa. Setelah tuan dan nyonya Boutros
melangkah ke lantai dansa dan terhanyut dengan alunan musik yang syahdu, Maria
pun memberanikan diri mengajakku untuk
berdansa, namun aku menolaknya dengan alasan Maria
bukan mahramku kemudian menjelaskannya dengan
lebih detail.
Selain bertetangga dengan keluarga Boutros, aku juga mempunyai tetangga
lain berkulit hitam yang perangainya berbanding 180 derajat dengan keluarga
tuan Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur yang terkenal dengan julukan
si Muka Dingin karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja bahkan
dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya Noura.
Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura.
Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit
putih dan berambut pirang. Hali inilah yang membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya
tercebur kedalam penderitaan yang amat sangat. Bahadur mempunyai watak yang
keras dan bicaranya sangat kasar, Nouralah yang selalu menjadi sasaran
kemarahannya. Dan kedua orang saudaranya yang juga tidak menyukai Noura mengambil
kesempatan ini untuk ikut-ikutan memaki dirinya.
Sampai tibalah pada suatu malam yang tragis dimana Bahadur menyeret Noura
ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan. Hal ini sudah sering
terjadi, namun malam itu yang terparah. Tak ada satu orang pun yang berani
menolong. Selain hari sudah larut, Bahadur juga dikenal amat kejam. Aku sudah
tak tahan lagi melihat penderitaan Noura, aku pun meminta bantuan Maria melaui
sms untuk menolong Noura. Awalnya Maria menolak karena tidak mau keluarganya
terlibat dengan keluarga Bahadur. Namun setelah aku memohon agar Maria mau
menolongnya demi kecintaan Maria terhadap Al-Masih, Maria akhirnya luluh juga.
Keesokan harinya, aku meminta bantuan kepada Nurul (rakan Indonesia yang
menuntut ilmu di Al Azhar) untuk sementara waktu Noura tinggal bersamanya. Yang
paling mengejutkan,ternyata Noura bukan anak si bengis itu. Adik
Sheikh Ahmad, seorang intelligent telah berjaya mendapatkan ayah dan ibu
kandung Noura, dan rupa-rupanya Noura telah tertukar dengan bayi lain semasa
kecil.
Beberapa waktu kemudian, Sheikh Ahmad mengajukan persoalan jodoh padaku. Aku kaget Sheikh menanyakan itu padaku. Maka kuputuskan untuk meminta
persetujuan ibu, dan ibu menyetujui ku untuk menikah. Akhirnya aku menerima cadangan Sheikh Ahmad tanpa melihat pada
foto yang diajukannya padaku.
Rupa-rupanya sewaktu ta’aruf, keluarga Eqbal Hakan datang ke rumah Sheikh
Ahmad. Tanpa kuduga ternyata gadis yang dicalonkan Sheikh kepadaku adalah
Aisha. Alhamdulillah, pernikahanku dengan Aisha berjalan lancar di masjid Abu
Bakar, dengan disaksikan oleh keseluruhan pelajar Indonesia di sana. Aisha
rupa-rupanya bukan sembarang wanita. Dia adalah wanita elite yang mempunyai kemewahan
berjuta-juta dolar. Aku sangat terkejut dan merasa apakah
aku bisa menjadi imam yang baik untuknya. Namun Aisha seorang wanita yang
bepekerti mulia, dia memujukku dengan menceritakan
kisah Khadijah mengawini Nabi Muhammad saw.
Tanpa terasa ternyata sudah satu bulan lebih kami bersama, Aisha disahkan mengandung. Dalam pada keseronokkan
berita gembira, aku ditangkap dan didakwa atas tuduhan memperkosa Noura. Aku
disiksa didalam penjara dan Ijazah Sarjana Mudaku ditarik balik. Aku terkejut
dan sangat terpukul. Sementara itu, Maria yang merupakan saksi kunci yang bisa
membebaskan ku jatuh sakit.
Tiada saksi lain, melainkan saksi palsu yang telah melihat Noura pergi
dihantar oleh Maria ke kamar/rumahku. Sementara itu keluarga tuan Boutrus
memohon pertolonganku untuk menaikkan semangat Maria dirumah sakit. Dokter
mengatakan dengan hanya bersuara dan menyentuh Maria dapat menyedarkan dan
memulihkan semangat Maria. Aku akhirnya menikahi Maria dirumah sakit dengan izin Aisha.
Keesokan harinya Maria sembuh datang ke
persidangan sebagai saksi di mahkamah.
Akhirnya akup pun bebas dari tuduhan
tersebut. Ternyata yang menghamili Noura
adalah si bengis itu. Setelah memberikan kesaksian, Maria
jatuh pengsan di mahkamah, dan langsung dibawa ke rumah sakit. Maria mengigau,
dan dalam mimpinya dia telah dihalangi memasuki pintu-pintu syurga.
Rupa-rupanya Maria sebenarnya sudah lama memeluk islam, tetapi tidak
mempraktikkanya. Maria akhirnya memeluk agama islam dan menghembuskan nafas
terakhirnya.
Unsur-unsur Intrinsik Pada Novel
Ayat-Ayat Cinta
a. Tema : Perjuangan
dalam melawan ketidak adilan
b. Tokoh :
·
Tokoh utama : Fahri, Nurul, Maria, Aisah, Noura
·
Tokoh Pembatu : Saeful,
Rudi,Hamdi, Tuan Boutros (ayah Maria), Nahed (Ibu Maria), Syaikh Usman (Guru
Besar Fahri), Syaikh Ahmad (Dosen Fahri di Al-Azhar), Ustd Jalal (Paman Nurul)
dan istinya, Eqbal dan Istinya (Paman dan bibi Aisah), Amru (Pengacara), Magdi
(polisi), Bahadur dan Kaka Noura, adik-adik Maria.
c. Plot / Alur
: Alur maju
- Perkenalan cerita :
Pada saat Fahri mulai menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar dan tinggal di flat bersama
rekan mahasiswa dari Indonesia, kemudian kenal dengan
tetangga dekatnya yaitu Maria sekeluarga. Serta menjalankan pendidikan sebagaimana mestinya
serta mengenal orang-orang Mesir diantaranya Syaikh Usman, Syaikh Ahmad, dan juga teman-teman
aktifis dari Mesir juga teman sepermainan Fahri pada saat main bola.
- Penampilan masalah :
Dimulai pada saat malam hari disana
ada gadis yang disiksa, dan gadis itu adalah Noura, dia disiksa dibawah dekat
flat Fahri dan kedengaran oleh Fahri, dia hendak mau menolong, tapi Fahri
enggan, karena dia seorang gadis perempuan, kemudian dia meminta tolong Maria
untuk menolong Noura.
Adapun
pertikaian pada saat Fahri pulang dari Alexandria, dia ditangkap karena dituduh
memperkosa seorang gadis Mesir yaitu Noura. Fahri tidak sempat menjelaskan pada istrinya, Aisha. Dia langsung dibawa oleh kedua polisi tersebut.
- Klimaks :
Saat Fahri di dalam penjara dia dipaksa mengaku dan disiksa habis-habisan dalam penjara bawah tanah. Fahri mengalami kesediahan yang luar biasa
karena penyiksaan dan ditahan dalam penjara bawah tanah, sedangkan Aisha sedang
hamil. Pada saat
persidangan Fahri dituduh habis-habisan oleh pengaduan Noura dan salah seorang
saksi yang melihat kejadian itu, yang memperkuat bahwa Fahri bersalah dan akan dihukum
mati.
- Anti Klimaks :
Akhirnya jalan satu-satunya Fahri terpaksa menikahi
Maria yang terbaring koma, karena alasan dia akan sembuh apabila di sentuh oleh
Fahri. Aisah pun mengijinkan Fahri menikahi Maria
secepatnya. Dan akhirnya mereka menikah dan
Maria sembuh dengan sentuhan Fahri. Walaupun dia
masih duduk dibantu dengan kursi roda, dan dia bisa menjadi saksi kunci kasus
Fahri dengan Noura. Alhamdulilah kebenaran selalu menang, Fahri bebas dengan
kesaksian Maria, dan saksi yang melihat merupakan saksi palsu.
- Penyelesaian :
Fahri memiliki 2 oarang istri yang sholeh yang pertama
Aisah dan yang Kedua Maria yang masih sakit-sakitan karena dia terlalu emosi
pada saat persidangan, dan akhirnya Maria dirawat
kembali, dan pada saat dia dirawat ada keanehan yang terjadi pada Maria, yaitu
maria tertidur dan bermimpi tiba di 7 pintu surga, tetapi dia tidak di perbolehkan masuk sampai pintu keenam, dan pintu
terakhir dia boleh masuk tapi dengan syarat yaitu dia harus berwudhu dan membaca kalimat syahadat. Kemudian dia
kembali pulang dan seseorang itu menunggu kembalinya Maria. Maria terbangun dan
dihadapannya ada Fahri dan Aisha, dia meminta tolong untuk membantunya berwudhu,
kemudian Fahri membantunya. Kemudian Maria mengucapkan
kalimat syahadat, perlahan matanya mulai meredup dan akhirnya menghembuskan
nafasb terakhirnya.
d. Perwatakan :
- Fahri : Rajin, pintar, sabar, terencana, tepat waktu, ikhlas, ulet, penolong, sholeh, aktifis, pintar dalam memimpin, lurus, penuh dengan target
- Nurul : Rajin, pintar, pemalu tidak terbuka, kaku, emosi, sholeh
- Maria : Ceria, Suka bergurau, rajin, pintar, tapi fisiknya lemah, manja tertutup.
- Aisah : Orangnya lembut, sabar, ikhlas, terencana, pintar, sholehah.
- Noura : Orangnya tertutup, sulit di tebak, pintar, tapi dia kejam, emosi, pendiam.
e. Setting / latar :
·
Tempat : kota
Cairo, flat, masjid, restoran, metro, penjara, rumah sakit, Alexandria.
·
Waktu : pagi,
siang, sore, malam.
·
Suasana :
hening, bahagia, haru, sedih.
f. Amanat :
- Dalam merencanakan sesuatu pasti akan ada halangan dan rintangan yang menghadang tujuan yang hedak di capai tidak akan berjalan dengan mulus.
- Semakin banyak ilmu / pengetahuan yang di terima atau di dapat, maka semakin banyak pula hambatan, godaan yang haris di lewati dan di pecahkan dengan hati yang sabar dan yakin akan ada hikmanya.
h. Sudut Pandang : orang pertama pelaku utama
i. Bahasa : Khas,unik, penuh dengan nuansa religi
·
Gaya bahasa :
Ø Hiperbola: ubun-ubun kepala terasa mendidih
Ø Personifikasi: angin yang berhembus terasa
mengelus-elus pipi dan muka
Ø Metafora: meskipun sama-sama orang Mesir, sifat
Bahadur dan tuan Boutrus sangat berbeda
Ø Metonimia: Fahri dan Aisha membeli mobil
NissanTerano hitam metalik
Kelebihan :
·
Ceritanya begitu menyentuh dan mengalir seakan pembaca
mengalami berbagai problema yang melilit sang tokoh
·
Penulis mengajak pembaca mendalami Islam dengan
bahasanya yang menyejukkan
·
Kisah-kisah hubungan antar manusia (kisah cinta)
digambarkan secara menarik dan utuh tanpa harus terasa vulgar.
·
Novelnya dilengkapi dengan catatan kaki
·
Mendorong kita
supaya menepati jadwal yang telah dibuat
Kelemahan :
·
Seorang pria dicintai empat orang wanita. Mungkinkah?
Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, rasanya aneh jika ada pria yang
di”gilai” oleh empat orang wanita sekaligus. Baik Aisha, Maria, Noura, dan
Nurul menginginkan Fahri menjadi suaminya. Beruntung sekali tokoh Fahri!
Mungkinkah hal yang demikian ada dalam kehidupan nyata?
·
Noura frustasi
karena tidak mendapatkan cinta Fahri. Ia lantas memfitnah Fahri dengan
tuduhan yang kejam. Benarkah ada seorang wanita yang seperti Noura dalam
kehidupan nyata? Cinta tetaplah cinta. Tidak akan berubah menjadi pisau yang
dapat menusuk dari belakang.
Kesimpulannya:
Dalam novel ini ada banyak tips muslim dan muslimah:
1. Cinta pada Allah lebih hakiki, cinta pada manusia adalah kedua,
2. Bersabarlah dalam menghadapi ujian Allah. Di sebalik kesabaran itu terdapat kemanisan iman,
3. Bershalat istikharah dalam menghadapi situasi membuat keputusan,dll.
Dalam novel ini ada banyak tips muslim dan muslimah:
1. Cinta pada Allah lebih hakiki, cinta pada manusia adalah kedua,
2. Bersabarlah dalam menghadapi ujian Allah. Di sebalik kesabaran itu terdapat kemanisan iman,
3. Bershalat istikharah dalam menghadapi situasi membuat keputusan,dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar