Belajar dari Binatang
Semua
pasti sudah tahu binatang kecil paling kompak sedunia. Semut namanya. Binatang
kecil yang sering kita usir karena mendekati makanan yang manis-manis ini
ternyata bukan pelajaran hidup yang layak kita contoh. Jika ada seekor semut
berjalan sendirin dan tiba-tiba ia berpapasan dengan semut yang lain, apa yang
ia lakukan? Bertegur sapa. Keduanya tampak memperbincangkan sesuatu. Kita
memang tidak tahu apa yang diperbincangkan tapi yang pasti tegur sapa yang
dilakukan pastilah bermakna.
Di
lain kesempatan, jika ada seekor semut menemukan makanan yang ukurannya jauh
lebih besar, ia segera bergegas mencari bala bantuan. Semut yang ditemui juga
demikian, ia akan menghubungi rekan-rekannya untuk bersama-sama mengangkat
makanan tersebut. Selanjutnya mereka akan nikmati bersama.
Indonesia
adalah negara yang terkenal dengan sifat “ketimuran”nya. Dari sudut ini,
muncullah budaya tepo seliro, tenggang rasa, gotong royong, dan seabrek budaya
positif yang mengakar erat di sanubari. Akan tetapi, seiring dengan arus
globalisasi dan westernisasi yang datang laksana hujan, melesat bagai anak
panah, lambat laun budaya tersebut mulai dimarjinalkan. Tengoklah mereka-mereka
yang katanya hidup di daerah elite, sikap individualisme sangat menonjol. Bahkan
tetangga di sebelah rumah tidak dikenali.
Selain
itu, kebiasaan sok tidak kenal juga mulai menjalar ke urat nadi sebagian dari
kita.
Terutama
dengan orang-orang yang dianggap statusnya berada di bawah.
Alhamdulillah
di tempat saya tinggal, ada satu kebiasaan yang masih melekat. Setiap sebelum
bulan puasa datang atau ketika musim hujan berlangsung, setiap warga bergotong
royong untuk membersihkan areal pekuburan dari ilalang dan semak belukar.
Padahal, di beberapa tempat, kita cukup memberikan sumbangan uang biar pesuruh
yang membersihkan. Bukan masalah uang tapi kebersamaan yang diutamakan.
Semut
telah memberi suri tauladan kepada kita tentang budaya tegur sapa dan tolong
menolong.
Bagaimana
dengan diri kita? Khusus untuk rekan-rekan sesama peserta, kita adalah pemuda
pewaris budaya pertiwi, jangan hanya karena gengsi kita lupa dan tidak kenali
teman sendiri, jangan ketika nanti, siapapun yang jadi pemenang lalu meremehkan
teman yang dikalahkan.
Ingat,
buah tak dapat tumbuh dan matang tanpa akar yang menopang, sesuatu yang
istimewa dianggap istimewa karena ada yang tidak istimewa, siswa dianggap
terbaik karena ada yang kurang baik. Sebab, jika sendirian, ia bukanlah yang
terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar