Minggu, 06 Desember 2015

BELAJAR DARI BINATANG

Belajar dari Binatang

Semua pasti sudah tahu binatang kecil paling kompak sedunia. Semut namanya. Binatang kecil yang sering kita usir karena mendekati makanan yang manis-manis ini ternyata bukan pelajaran hidup yang layak kita contoh. Jika ada seekor semut berjalan sendirin dan tiba-tiba ia berpapasan dengan semut yang lain, apa yang ia lakukan? Bertegur sapa. Keduanya tampak memperbincangkan sesuatu. Kita memang tidak tahu apa yang diperbincangkan tapi yang pasti tegur sapa yang dilakukan pastilah bermakna.

Di lain kesempatan, jika ada seekor semut menemukan makanan yang ukurannya jauh lebih besar, ia segera bergegas mencari bala bantuan. Semut yang ditemui juga demikian, ia akan menghubungi rekan-rekannya untuk bersama-sama mengangkat makanan tersebut. Selanjutnya mereka akan nikmati bersama.

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sifat “ketimuran”nya. Dari sudut ini, muncullah budaya tepo seliro, tenggang rasa, gotong royong, dan seabrek budaya positif yang mengakar erat di sanubari. Akan tetapi, seiring dengan arus globalisasi dan westernisasi yang datang laksana hujan, melesat bagai anak panah, lambat laun budaya tersebut mulai dimarjinalkan. Tengoklah mereka-mereka yang katanya hidup di daerah elite, sikap individualisme sangat menonjol. Bahkan tetangga di sebelah rumah tidak dikenali.
Selain itu, kebiasaan sok tidak kenal juga mulai menjalar ke urat nadi sebagian dari kita.
Terutama dengan orang-orang yang dianggap statusnya berada di bawah.

Alhamdulillah di tempat saya tinggal, ada satu kebiasaan yang masih melekat. Setiap sebelum bulan puasa datang atau ketika musim hujan berlangsung, setiap warga bergotong royong untuk membersihkan areal pekuburan dari ilalang dan semak belukar. Padahal, di beberapa tempat, kita cukup memberikan sumbangan uang biar pesuruh yang membersihkan. Bukan masalah uang tapi kebersamaan yang diutamakan.

Semut telah memberi suri tauladan kepada kita tentang budaya tegur sapa dan tolong menolong.
Bagaimana dengan diri kita? Khusus untuk rekan-rekan sesama peserta, kita adalah pemuda pewaris budaya pertiwi, jangan hanya karena gengsi kita lupa dan tidak kenali teman sendiri, jangan ketika nanti, siapapun yang jadi pemenang lalu meremehkan teman yang dikalahkan.

Ingat, buah tak dapat tumbuh dan matang tanpa akar yang menopang, sesuatu yang istimewa dianggap istimewa karena ada yang tidak istimewa, siswa dianggap terbaik karena ada yang kurang baik. Sebab, jika sendirian, ia bukanlah yang terbaik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar