Pelajaran Yang Berharga Selama Liburan
Oleh : Dita Gayatri
Atika
tampaknya sudah tidak sabar lagi melihat hasil kerja kerasnya selama satu
semester ini. Dan kini tiba saatnya penerimaan rapor. Akhirnya Atika legah juga
setelah melihat hasil rapornya. Ia berhasil meraih peringkat kedua dikelasnya,
meskipun hanya peringkat kedua, Atika tetap bersyukur atas semua itu. Lalu
Atika pulang ke rumahnya.
Sesampainya
dirumah, Atika langsung memperlihatkan rapornya kepada kedua orang tuanya. Dan
sesuai janji mamanya, liburan kali ini Atika akan pergi berlibur ke kampung
pamannya. Keesokan paginya Atika berangkat menuju kampung paman. Malamnya Atika
sampai di rumah paman. Dan Atika langsung istirahat karena ia merasa capek
sekali setelah seharian diperjalanan.
Atika
merapatkan selimutnya. Udara subuh di kampung paman begitu dingin menggigit
kulit. Ia berusaha memejamkan matanya. Namun, ia tak bisa terlelap lagi.
Krek…. Terdengar pintu kamar dibuka. Ternyata bibi yang
masuk.
“Tika,
bangun, cepat shalat subuh,” ujar bibi.
Atika segera bangun.
Karena ia tau bahwa paman paling tidak suka melihat orang bangun siang. Namun
sebenarnya ia masih malas melepaskan selimutnya. Setelah shalat Atika pun
keluar dari kamarnya dan bergabung bersama paman minum the yang telah
disediakan bibi. Lalu, Tiwi pun ikut bergabung untuk minum the. Ia merupakan
putrid tunggal paman dan bibi.
“Nah…
hari ini kalian mau apa?” Tanya paman.
Atika dan Tiwi pun saling
berpandangan. Mereka punya ide. Paman punmengajak mereka pergi ke pasar untuk
membeli pupuk dan obat hama. Mereka naik bendi paman menuju pasar.
“Waw…
asik juga ya ke pasar naik bendi, jalannya pelan, pemandangan di sepanjang
jalan pun terlihat sangat indah,” ujar Atika.
Setibanya
di pasar, paman pun langsung menuju toko langganan memesan keperluannya.
Setelah semuanya beres, paman mengajak mereka ke warung yang bersih. Paman
memesan nasi uduk, sup ayam, dan es teh manis.
“Sabar…..
kalian kan tadi belum sarapan. Kita makan dulu disini ya..” cegah paman.
“Makan
sayur…. Amit-amit deh,” ujar Atika dalam hatinya.
Tapi, ia takut paman
kecewa, ia pun mengunyah nasi uduk pelan-pelan. Hm…. Ternyata enak juga. Mereka
makan nasi itu dengan lahapnya. Paman tersenyum.
“Jangan
menyepelekan masakan orang desa, ya,” sindir paman.
Selesai makan, paman mengajak Atika dan Tiwi berkeliling
pasar. Suasana pasar sangat ramai. Karena hari ini adalah hari pasaran. Asik
juga ya berbelanja di pasar.
Tiba-tiba
langkah Atika terhenti, ia melihat seorang anak kecil didekat sebuah toko.
Lalu, Atika menghampirinya,
“Hai
dek, kamu ngapain disini?” tanya Atika.
“Hhmm,,aku
lagi bekerja kak.” Jawab anak itu.
“Bekerja?
Kerja apa dek?”
“Aku
bekerja sebagai kuli angkut kak”
“Apa?
kenapa kamu yang bekerja dek? Kenapa tidak ayah atau ibumu saja? Kamu kan masih
kecil dek.”
“Saya
bekerja seperti ini karna saya membantu ibu mencari uang untuk makan dan
menabung biar saya tatap bisa sekolah kak,, ayah saya sudah meninggal dan ibu
saya sedang sakit dirumah kak.”
“hhhmmm,,,
yang tabah ya dek,, semoga Allah memberikan jalan terbaik untukmu.”
“Ya Allah,, dia masih
kecil, dia belum pantas bekerja seperti
ini. Tapi, demi memenuhi kebutuhan hidupnya, anak sekecil ini harus
bekerja membanting tulang. Jangankan ada waktu untuk bermain bersama teman,
waktu untuk belajar saja dia korbankan untuk mencari uang.
Hhmm,,Aku jadi malu pada
diriku sendiri, aku saja yang sebesar ini, kalau disuruh mama mencuci piring
kadang aku menolak untuk mengerjakannya. Aku sungguh merasa bersalah sama mama.
Mama, maafin aku ya, aku janji akan selalu nurutin apa kata mama, aku gak akan
buat mama kecewa.” Ujar Atika dalam hatinya.
Atika
pun melanjutkan perjalanannya kembali.
Tanpa
terasa hari telah siang. Bedug dzhuhur pun bertalu-talu. Orang-orang berkemas
hendak pulang. Paman membeli oleh-oleh makanan untuk dirumah. Kemudian mereka
naik bendi pulang. Ketika melewati sebuah mushala di tepi jalan, paman mengajak
Atika dan Tiwi shalat dulu.
Usai shalat, Atika dan Tiwi istirahat sejenak. Mereka
duduk-duduk diserambi mushala menikmati alam pegunungan yang sejuk dan indah.
Dari arah timur terlihat sebuah mobil menyusuri jalan-jalan yang berkelok-kelok
menuju arah mereka. Ia menanyakan arah menuju desa Talang. Setelah mencatat
petunjuk dari paman, orang itu pun bertanya,
“Mas,
bagaimana sikap orang-orang yang tinggal di desa Talang?”
“Kenapa
kamu bertanya begitu?” balas paman.
“Aku
baru saja meninggalkan kota yang masyarakatnya sangat sombong. Setahun aku
tinggal disana, tak seorang pun mengenalku.”
“Begitu?
Seperti itu pula masyarakat desa Talang.” Jawab paman.
Orang itu pamit melanjutkan perjalanan. Atika dan Tiwi
bersandar di dinding kayu mushala, mata mereka tak lepas dari awan-awan putih
di langit biru. Angin yang sepoi-sepoi mengusap wajah mereka. Kantuk pun
datang. Saat mata mereka hendak terpejam, terdengar suara seseorang menyapa
paman. Tampak seorang wanita menggendong anak kecil. Ia juga menanyakan arah
menuju desa Talang. Paman pun memberi petunjuk arah kesana.
“Terima
kasih, mas. Oh ya, boleh saya tahu seperti apakah masyarakat desa itu?” Tanya
wanita itu.
“Kenapa
ibu bertanya demikian?” sahut paman.
“Saya
sekeluarga baru saja meninggalkan kota kecil yang penduduknya sangat ramah”
“Hhmm……
ibu tak perlu kuatir. Masyarakat Sijunjung juga ramah.” Jawab paman.
Wanita
itu kembali ke mobilnya untuk melanjutkan perjalanannya. Atika dan Tiwi
kelihatan bingung sekali mendengar penjelasan paman. Mengapa paman memberikan
jawaban yang berbeda untuk pertanyaan yang sama? Seakan tahu kebingungan
keponakan dan anaknya itu, paman menjelaskan,
“Nak,
sikap kita terhadap tetanggalah yang menentukan bagaimana para tetangga
memperlakukan kita. Bukan sebaliknya. Jika kita ramah terhadap mereka, mereka
pun akan ramah terhadap kita. Tapi jika kita sombong, mereka juga akan sombong
terhadap kita.”
Atika dan Tiwi mengangguk-angguk. Mereka kini mengerti
mengapa paman memberikan jawaban yang berbeda untuk pertanyaan yang sama.
“Ini
merupakan suatu pelajaran berharga yang kuperoleh selama liburan di kampung
paman.” Kata Atika.
Paman pun mengajak Atika dan Tiwi untuk melanjutkan
perjalanan kembali. Bendi paman pelan-pelan menyusuri jalanan pulang.
“Hhmmm….
Liburan kali ini sungguh menyenangkan, begitu banyak pelajaran yang berharga ku
dapatkan liburan kali ini,” ujar Atika dalam hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar